Hasil Laut Hancur di Musim Kerang..
Semakin hari, kegiatan segelintir pengusaha nelayan yang menggunakan alat tangkap pukat Tenk (Salome), dinilai warga tidak terkendali lagi dan semakin meresahkan nelayan-nelayan kecil lainnya. Dampak adanya pukat tenk, seharian kelaut belakangan ini, kerap pulang dengan tangan kosong. Padahal, bulan ini seharusnya musim kerang.
Bermula, ada tiga (3) orang oknum nelayan lokal bagan siapi-api menggunakan pukat tenk atau salome, Aman dan nelayan lainnya kuat menduga ketiga nelayan tersebut meniru gaya nelayan asal daerah sebelah yakni Desa Tanjung Balai, Provinsi Sumut.
“Kami tidak setuju laut kami ini (bagan siapi-api) hancur seperti laut tetangga sebelah. Jangan gara-gara ulah keserakahan atas nama untuk bertahan hidup dan kerja, kalian bebas gaya. Bukan kalian bertiga saja yang mau hidup. Jangan paksa kami untuk menonton keserakahan kalian,” paparnya.
Ternyata dampak dari keganasan pukat tenk atau salome tidak hanya dirasakan nelayan bagan siapi-api, nelayan lain di Desa Sungai Nyamuk, Sungai Bakau dan Sinaboi juga mengalami hal yang sama. Terparahnya lagi, nelayan dari luar masuk dengan cara rombongan 10 sampai 30 kapal berkapasitas besar dengan alat tangkap pukat tenk atau salome.
Seharusnya, dibulan musim kerang ini, para nelayan disambut bergembira anak istri, karena saat pulang kerumah mereka membawa hasil yang lebih dari hari-hari biasanya. Saat ini, hanya bisa mengelus dada dan merenung.