DEFISIT DAN KRISIS – MENGAPA ADA DUSTA DIANTARA KITA ?”

Defisit, itulah kata yang sering kita dengar 3 bulan terakhir sebelum Tahun Anggaran 2016 ditutup. Dan angkanya pun bervariasi.

Ketika menyampaikan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (RANPERDA) tentang Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan 2016, Pemerintah yang diwakili Wakil Bupati, Drs. H. Jamiluddin menyebutkan angka defisit sebesar Rp. 475 M. Namun satu hari kemudian terjadi koreksi bukan Rp. 475 M, tapi Rp. 812 M.

Sumber lain, dalam bincang-bincang santai  setelah APBD 2017 disyahkan (29/12/16), memperkirakan angka defisit sebesar Rp. 200 M.

Ada tiga variasi angka yang muncul. Pertanyaannya, berapa sebenarnya angka defisit kita untuk tahun anggaran 2016 yang lalu?

Jika diminta untuk menjawab, meminjam salah satu syair lagu Broery Marantika, “Kaulah Segalanya”

Memang hanya tuhan
yang tahu segalanya
……………………………….
haruskah ku menangis
tuk mengatakan yang sesungguhnya

Itulah jawaban sementara, sambil mengkaji beberapa aspek-aspek berikut.

Hampir dua bulan Tahun Anggaran 2017 berjalan ada kata baru yang mencuat di Media Sosial (Fb, Twitter. WashApp, Line). Kata baru tersebut adalah Krisis. Jika kedua kata tersebut disatukan, Rokan Hilir menghadapi “DEFISIT DAN KRISIS”. Tapi apa iya dan mengapa?

Banyak statement dari pemangku kebijakan mengapa defisit terjadi. Tapi belum ada statement mengapa krisis terjadi.

Ada yang mengatakan defisit terjadi akibat turunnya harga minyak dunia, dana DBH MINYAK DAN GAS tidak sesuai dengan target, sementara PAD dari sumber lain terbatas. Sumber APBD terbesar adalah DBH MINYAK DAN GAS.

Persoalannya adalah APBD 2016 telah disahkan sebesar Rp. 2.730 T. Apakah angka ini angka asumsi? Bisa ya bisa tidak. APBD Perubahan sebesar Rp. 2.123 T, terjadi pengurangan Rp. 611 M. Inilah APBD riel kita untuk tahun 2016. Apakah angka ini juga asumsi, bukan indikatif? Kita yakin sepenuhnya angka ini bukan angka asumsi, tapi riel beradasarkan lobi dan dialog dengan pemerintah Propinsi dan Pusat. Sebab penetapan angka, apalagi APBD bukanlah hitungan bayangan-bayang di atas awang-awang, karena APBD juga menyangkut hajat hidup sekitar 700 ribu lebih penduduk Kabupaten Rokan Hilir.

Dasar kedua adalah dalam konperensi Persnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menegaskan bahwa anggaran transfer daerah yang sebelumnya dipangkas sudah dibayarkan kembali. Sehingga tidak ada lagi utang pemerintah pusat ke daerah.

Sri Mulayani menegaskan “Kami tidak lagi memiliki utang ke daerah, karena dalam bentuk DAU sudah dibayarkan kembali pada akhir tahun lalu,” (Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 18/1/2017,” dilansir Detik Finance.

Lebih lanjut Menkeu menyatakan : “Besaran Dana Alokasi Umum (DAU) yang tadinya ditahan adalah sebesar Rp 19,3 triliun. Langkah itu sebelumnya ditempuh karena ada risiko defisit anggaran bisa melebihi batas 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) karena realisasi penerimaan yang diproyeksi jauh lebih rendah dari target”.

“Kepada bapak-ibu anggota dewan saya harapkan bisa disampaikan kepada daerah masing-masing bahwa semua sudah dibayarkan,” jelasnya.

“Kami menyadari bapak/ibu anggota dewan sebelumnya banyak sekali menerima protes dari daerah atas kebijakan tersebut. Namun itu memang diperlukan untuk menjaga APBN. Meskipun akhirnya penundaan itu sudah diselesaikan dalam waktu yang tidak lama,” papar Sri Mulyani.

JIKA DEMIKIAN HALNYA MENGAPA KITA DISEBUT TETAP DEFISIT ?

Defisit secara harfiah berarti “kekurangan dalam kas keuangan, terjadi ketika suatu organisasi (biasanya pemerintah) memiliki pengeluaran lebih banyak dari pada penghasilan”.

Dalam pandangan para ahli, terjadinya defisit dalam APBD bisa disebabkan karena beberapa hal diantaranya :

◎Anggaran belanja daerah yang terlalu besar (Belanja langsung dan tidak langsung) ;
◎Tidak terintegrasi antara RAPBD dengan RPJMD ;
◎Tidak adanya skala prioritas pembangunan dalam penyusunan anggaran; serta
◎Sistem penganggaran yang belum efisien.

Semua kita memaklumi adanya bahwa dalam penyusunan anggaran terdapat beberapa pendekatan sistem, yaitu :

Traditional Budgeting System (TBS) – menyusun anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kriteria penyusunan sistem ini adalah:

◎Penyusunan lebih didasarkan pada kebutuhan belanja/pengeluaran
◎Perhatian lebih banyak ditekankan pada petanggungjawaban pelaksanaan anggaran dan penyusunan pembukuannya dan pengawasan-
◎Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas obyek-obyek pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah tiap-tiap SKPD/BADAN-
◎Sistem pertanggungjawabannya hanya menggunakan kwitansi pengeluaran saja, tanpa diperiksa dan diteliti apakah dana telah digunakan secara efektif/efesien atau tidak-
◎Sistem anggaran ini menekankan pada pertanggungjawaban keuangan dari sudut akuntasinya saja tanpa diuji efisien tidaknya penggunaan dana tersebut-
◎Anggaran diartikan semata-mata sebagai alat dan sebagai dasar legtimasi (pengabsahan) berapa besarnya pengeluaran pemerintah dan berapa besarnya penerimaan yang dibutuhkan untuk menutup pengeluaran tersebut.

Mekanisme pelaksanaannya adalah pemerintah memberi jatah dana untuk tiap-tiap SKPD, SKPD  melaporkan penggunaan dana tersebut sampai habis. Tolak ukur keberhasilan anggaran adalah hasil kerja, yakni jika anggaran seimbang (balance) maka anggaran tersebut dapat dikatakan berhasil, tetapi jika anggaran tersebut defisit atau surplus, berarti anggaran tersebut gagal.

Performance Budgeting System (PBS) – berorientasi pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal dari kegiatan yang dilaksanakan. Karakteristik penyusunan anggaran adalah :

◎Penyusunan anggaran didasarkan atas kebutuhan apa saja yang dibelanjakan dan didasarkan juga pada tujuan-tujuan atau rencana-rencana tertentu.
◎Pelaksanaannya didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan dana/biaya yang dipakai harus dijalankan secara efektif dan efesien.
◎Sistem ini bukan semata-mata berorientasi kepada berapa jumlah yang dikeluarkan, tetapi sudah dipikirkan terlebih dahulu mengenai rencana kegiatan, apa yang akan dicapai, proyek apa yang akan dikerjakan, dan bagaimana pengalokasian biaya agar digunakan secara efektif dan efesien.
◎Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan (management control), sehingga dalam sistem ini efisiensi penggunaan dana hasil kerjanya diperiksa.
◎Pengelompokkan pos-pos anggaran didasarkan atas kegiatan dan telah ditetapkan suatu tolak ukur berupa standar biaya dan hasil kerjanya.
◎Salah satu syarat utama untuk penerapan sistem ini adalah digunakannya sistem akuntansi biaya sebagai alat untuk mengukur tingkat efisiensi pengeluaran dana.Mekanisme kerjanya berdasarkan pada pelaksanaan penyusunan anggaran berbasis kinerja.

Dalam buku Pedoman Penyusunan APBD Berbasis Kinerja,diterbitkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2005) menegaskan penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut.

Keluaran dan hasil tesebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja.

Planning, Programming, Budgeting System (PPBS) – menekankan pada penyusunan rencana dan program. Rencana disusun sesuai dengan RPJP yaitu untuk kesejahteraan rakyat, karena pemerintah bertanggungjawab dalam produksi dan distribusi barang maupun jasa dan alokasi sumber-sumber ekonomi yang lain.

Kriteria penyusunan sistem ini adalah:

◎Pengukuran manfaat penggunaan dana dilihat dari susut pengaruhnya terhadap lingkungan secara keseluruhan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
◎Pengelompokkan pos-pos anggaran didasarkan atas tujuan-tujuan yang hendak dicapai di masa yang akan datang.

Mekanisme proses penyusunan PPBS melalui beberapa tahap sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan yang hendak dicapai
2. Mengkaji pengalaman-pengalaman di masa lalu
3. Melihat prospek perkembangan yang akan datang
4. Menyusun rencana yang bersifat umum mengenai apa yang akan dilaksanakan.

Setelah keempat (4) tahap selesai disusun, tahap selanjutnya terdiri dari:
– Menyusun program pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan
– Berdasarkan program pelaksanaan ditentukan berapa jumlah dana yang diperlukan untuk melaksanakan program-program tersebut.

Dengan mengacu pada sistem-sistem diatas seharusnya tidak ada lagi yang namanya defisit dalam ABPD, kecuali ada pengeluaran dibidang tertentu tanpa kontrol. Apa mungkin ?

MARILAH KITA BERTERUS TERANG. JANGAN ADA DUSTA DIANTARA KITA !!!.***(Team)