“MENCARI AKAR BERPIJAK”
Mencari akar tempat berpijak adalah menemukan titik masa lalu kita untuk kemudian melangkah kedepan. Titik ini penting karena itulah diri kita – adat dan budaya kita. Dalam catatan sejarah Puak Melayu Rokan Hilir, kedudukan Negeri-negeri, jabatan yang menyertainya berjalin bergelindan dengan suku-suku. Ketika satu garis suku hilang atau tidak lagi ada atau tidak berfungsi, secara praktis satu garis adat-istiadat juga hilang. Sebab garis itu menentukan tugas dan fungsinya.
Lihatlah apa yang terjadi sekarang ditengah masyarakat kita. Ketika pemimpin adat tidak lagi hidup, anak dan kemenakan tidak ada yang menegur dan memberi nasehat. Tata krama dan sopan satun hilang terbungkus arus budaya pop, gaya hidup materialisme, hedonisme, pragmatisme dan bebagai isme lainnya.
Ketika pemimpin adat tidak lagi difungsikan, semua lahan habis dialihkan, “disambar” orang yang datang, konflik lahan pun naik tinggi menjulang, tak ada yang bisa diminta pandang karena semua masuk dalam bagian.
Dalam kondisi demikian lahirlah generasi jungkir-balik. Keatas tidak berpucuk, kebawah tidak berakar. Diajak bicara Melayu yang dicari adalah Shabu-shabu. Diajak bicara jatidiri yang ditelan pil Exctacy. Diajak untuk membuka mata yang dicarinya adalah Ganja. Banyak yang muda, ada juga setengah baya dan setengah tua.(maaf Rokan Hilir – Narkoba No. 1, HIV-AIDS No 2 dan Kenakalan Remaja No. 2 diantara 12 Kabupaten/Kota Propinsi Riau).
Menurut catatan Dr. UU. HAMIDY, rusaknya tatanan hutan di bumi Melayu terjadi setelah Indonesia merdeka. UU HAMIDY menulis, “Dalam urusan agama dan hutan tanah, Belanda sama sekali tidak ikut campur. Malah pemerintah Belanda mengeluarkan Surat Keputusan tentang keberadaan hutan tanah masyarakat adat. Justru di tangan pemerintah Indonesia inilah hutan tanah masyarakat adat di Riau menjadi bekecai-kecai dirampas oleh kaki tangan pemerintah, pemilik modal, yang punya senjata dan orang bagak”.(1)
NEGERI BANGKO MASA LALU – BAGAIMANA MELANGKAH KEDEPAN
Di dalam BAB AL-QOWA’ID, BAB YANG PERTAMA, Pasal lima disebutkan, “Bahagian propinsi negeri Bangko ; dari sungai Sinaboi mengikut tanah besar masuk ke sungai Rokan sebelah kiri mudik sampai ke Sarang Lang dan mengikut sebelah kanan mudik sungai Rokan dan Sungai Dira Pekaitan sungai Kencang dan pulau-pulau kecil mana yang masuk dalam kerajaan Siak Sri Indrapura yang dekat disitu”.
Itulah batasan Negeri Bangko tempo dulu. Kepala Negerinya bergelar Datuk Dewa Pahlawan, berasal dari Suku Tujuh Hinduk, juga sebagai pucuk pimpinan Adat. Kepala Negeri merangkap Hakim Polisi, berkedudukan di Bantaian. Salah seorang putranya bernama Datuk H. Sulaiman, mantan wedana Bagan Siapi-api, sementara Kepala Negeri terakhir adalah Abdurrauf, salah seorang putranya adalah Mansur Abdurrauf, mantan Ketua Muhammadiyah dan Kepala SMP Muhammadiyah.
Kelahiran Suku Tujuh Hinduk sangat erat kaitannya dengan keberadaan Sharif Ali dan Kerajaan Melayu Islam Batu Hampar. Dalam sejarah disebutkan bahwa Sharif Ali menikah dengan putri Rantau Benuang. Dari pernikahan ini beliau memperoleh tujuh anak. Yang pertama, kedua dan ketiga (perempuan), keempat (laki-laki), kelima, keenam dan ketujuh (perempuan).
Ketujuh anaknya inilah asal-muasal Suku Tujuh Hinduk di Negeri Bangko.
Tatanan Adatnya pun cukup lengkap, mulai dari persoalan tanah, hasil bumi, Nikah-Kawin, Hukum Keluarga, Adat Upacara Perkawinan (Meresmikan Pertunangan ; Peralatan Perkawinan ; Masa Bersanding ; Adat Tepung Tawar) sampai Harta Pusako/Soko.
BACA EDISI I: http://www.gopesisir.com/berita/2017/02/lamku-sayang-lamku-menghilang-bagian-i-tiga-seri-tulisan
●● Suku-suku
1. Tujuh Hinduk
2. Bebiyah
3. Merah Jeman
4. Aru
5. Rambah
6. Merah Pendita
●● Kepala Suku Terakhir
1. Abdurrauf
2. Maakat
3. Tamin
4. Hamzah
5. Nunggal
6. Derano
●● Gelar
1. Datuk Dewa Pahlawan
2. Datuk Perkasa Raja
3. O.K. Tamin
4. O.K Hamzah
5. Penghulu
6. Orang Kaya
Negeri Bangko pada awalnya menganut adat keibuan, mengikuti adat Pasai, dalam arti kalau seseorang itu ibunya dari bangsa suku A dan bapaknya dari bangsa suku B, dianggap oleh adat memenuhi syarat keluarga. Tetapi bila seseorang itu bapaknya dari suku A dan ibunya dari suku B, maka anaknya memilih kepada suku ibunya, terkecuali si bapak diambil menurut adat dan dimasukkan ke dalam suku isterinya, maka anak-anaknya mengikut suku bapak.
Hukum Adat ini berakhir setelah Penjajah Belanda dengan tangan besi mencabut Hak Kepala-kepala Negeri/Suku-suku tahun 1916 M. Keputusan ini membawa perubahan dalam tatanan Adat – meskipun dalam tata pemerintahan Negeri Bangko telah mengikuti Kerajaan Siak.
Dan ini terlihat pada BAB YANG KEDUA – berkaitan nama gelar yang berkuasa di Kerapatan Tinggi dan yang menjadi Hakim Polisi pada tiap-tiap bahagian propinsi masing-masing.
Pasal Lima – Bahagian propinsi Bangko menyebutkan :
A. Maka siapa yang diangkat oleh Sri Paduka Sultan namanya Datuk Dewa Pahlawan, itulah yang menjadi Hakim Polisi
B. Maka Hakim Syari’ah siapa yang diangkat oleh Sri Paduka Sultan namanya bergelar Imam negeri Tanah Bangko.
PADA BAB KEENAM – Menentukan sekalian Tolan Musyawarah Hakim-hakim Polisi.
Pasal Lima : Hakim Polisi bahagian propinsi negeri Bangko yang bersama-sama di majlis itu pada tiap-tiap kali ianya memutuskan perkara maka diwajibkan bertanda-tangan sama-sama dengan Hakim Polisi dalam keputusan itu, yakni ;
No. 1. Kepala Suku yang mendakwa dan terdakwa jikalau perkara terkah pusaka Hukum Allah di bawahnya Imam.
No. 2. Jika tiada Kepala sukunya terdakwa atsu yang mendakwa pada tempat bahagian propinsi Bangko, maka diwajibkan Perkasa Raja dan Kepala Suk Haru dan Kepala Suku Rambah dan Kepala Suku Marah Pendeta di majlis itu serta bertanda-tangan dalam keputusan itu
BAB YANG KETUJUH – Menentukan nama
Kepala Suku dan nama suku-suku yang dipegangnya.
Pasal Tujuh – Bahagian propinsi Bangko ;
No. 1. Dewa Pahlawan, Kepala suku Tujuh Hinduk ;
No. 2. Perkada Raja, Kepala suku Bebiyah ;
No. 3. Bebas, Kepala suku Merah Pendita ;
No. 4. Bebas, kepala suku Haru ;
No. 5. Bebas, Kepala Suku Rambah ;
Pasal Delapan – Bahagian propinsi Bangko :
No. 1. Bebas, hinduk Tuk Amat ;
No. 2. Bebas, hinduk Tuk Siak ;
No. 3. Bebas, hinduk Mangun ;
No. 4. Bebad, hinduk Kepenuhan ;
No. 5. Bebas, hinduk Ludin ;
No. 6. Bebas, hinduk Basir ;
No. 7. Bebas, hinduk Jelas ;
No. 8. Orang Kaya Jalal, hinduk orang Kubu di Labuhan Tangga.
BAB YANG KEDELAPAN
Kuasa masing-masing Kepala-kepala suku dan Hinduk sebagaimana yang ditentukan namanya dimana sukunya pada BAB YANG KETUJUH boleh inya menyelesaikan perkara dengan seorang dirinya dalam bahagian propinsi masing-masing seperti yang tersebut pada BAB YANG PERTAMA di atas sukunya yang terkandung dalam bahagian propinsi masing-masing mendakwa dan terdakwa. (2)
Sungguh terlalu panjang untuk diteruskan. Mungkin ada yang bertanya, mengapa harus mencari titik. Sebab dititik ini kita hidup jika kita bicara adat yang membentuk budaya puak Melayu, Rokan Hilir – Negeri Bangko, Negeri Tanah Putih, Negeri Kubu.
Zaman telah berubah. Negeri Bangko sekarang telah mekar menjadi 6 Kecamatan. (Kecamatan Sinaboi, Kecamatan Bangko, Kecamatan Batu Hampar, Kecamatan Pekaitan, Kecamatan Rimbo Melintang dan Kecamatan Bangko Pusako).
NEGERI TANAH PUTIH MASA LALU – BAGAIMANA BERGERAK KEDEPAN
Tanah Putih dimasa lalu, Kepala Negerinya bergelar Datuk Setia Maharaja, berasal sari suku Melayu Besar. Kepala Negeri terakhir adalah Datuk Harunsyah.
●● Suku-sukunya
1. Melayu Besar
2. Melayu Tengah
3. Mesah
4. Batu Hampar
●● Kepala Suku terakhir
1. Datuk Harunsyah
2. Datuk. M. Ali
3. Datuk Jantan
4. Datuk Maakim
●● Gelar
1. Setia Maharaja
2. Raja Lela Muda
3. Paduka Majalela
4. Samadiraja
Negeri Tanah Putih berdasarkan BAB AL-QAWA’ID, Pasal Enam : “Bahagian propinsi Tanah Putih ; dari Tanjung Segorah mengikuti sungai Rokan disebelah kanan mudik lalu masuk ke sungai Rokan Kiri sampai ke Pasir Rumput watasan dengan Kunto di Kota Intan dan dari sungai Sarang Lang mengikut sungai Rokan sebelah kiri mudik lalu masuk ke Batang Kuman sampai ke muara Batang Buruk watasan dengan Tambusai dan lalu ke sungai Rokan sampai ke Air Mendah watasan Negeri Kepenuhan dan lagi masuk ke sungai Ragung sampai bertemu dengan watasan watasan Batin Delapan Sakai dan pulau-pulau yang kecil-kecil yang masuk dalam Kerajaan Siak Sri Indrapura yang dekat disitu dan ditarik satu garis dari Tanjung Segorah terus kehulu sungai Dawun dan terus kehulu sungai Mahna sehingga sungai Kuning dan lalu menikam Batang Buruk dan Langkuas berwatas dengan Tambusai”.
Tanah Putih pun akhirnya terpecah menjadi 6 Kecamatan (Kecamatan Tanah Putih Sedinginan, Kecamatan Tanah Putih Tj. Melawan, Kecamatan Pujud, Kecamatan Rantau Kopar, Kecamatan Tj. Medan).
NEGERI KUBU MASA LALU – BAGAIMANA BERGERAK KEDEPAN
Negeri Kubu : Kepala Negeri bergelar Datuk Jaya Perkasa, berasal dari Suku Rawa. Kepala Negeri merangkap sebagai Hakim Polisi. Berkedudukan di Kampung Masjid Kubu. Kepala Negeri terakhir bernama Comel.
Didalam BAB AL-QOWA’ID, menyangkut masalah wilyah, Pasal Tujuh menyebutkan : “Bahagian propinsi Kubu ; dari sungai Dua Pekaitan mengikut tanah besar lalu sampai ke Telaga Tergenang berwatasan dengan negeri Panai ke daratnya sampai ke hulu berwatasan dengan negeri Kota Pinang dan Pulau Jemur dan Pulau Tokang Sumbang dan pulau Lalang Besar dan Pulau Lalang Kecil dan pulau yang kecil-kecil yang masuk dalam Kerajaan Siak Sri Indrapura yang dekat disitu dan ditarik garis lurus dari Telaga Tergenang melalui Berukul menuju hulu Sungai Dawun yang dalam Batang Kuman, berwatasan dengan Tanah Putih”
Sementara pada BAB KETUJUH, PASAL SEBELAS DAN PASAL DUA BELAS – MENENTUKAN NAMA KEPALA SUKU DAN HINDUK-HINDUK DAN NAMA SUKU-SUKU YANG DIPEGANGNYA tertulis : “Bahagian propinsi Kubu” ;
No. 1, JAYA PERKASA, Kepala Suku Rawa
No. 2, INDRA SETIA, Kepala Suku Hamba Raja
No. 3, PADUKA SAMARAJA, Kepala Suku Haru
No. 4, INDRA BUNGSU, Kepala Suku Bebas
Yang dinamakan HINDUK bahagian propinsi Kubu :
No. 1, PANGLIMA MUDA SETIA RAJA, HINDUK BEBAS SETIA MUDA
No. 2, PENGHULU HAMBA RAJA, HINDUK HAMBA RAJA SUNGAI DUSUN KUBU
No. 3, MERAJA BESAR, HINDUK RAWA MERAJA BESAR BEBAS,
No. 4, BEBAS, HINDUK HAMBA RAJA NAKHODA PENAWAR
No. 5, BEBAS, HINDUK RAWA ORANG KAYA INDRA
No. 6, BEBAS, HINDUK HAMBA RAJA NAKHODA IMBAB
No. 7, PENGHULU HARU, HINDUK HARU PENGHULU HARU
No. 8, BEBAS, HINDUK HAMBA RAJA UNIK
No. 9, BEBAS, HINDUK BUGIS LAII-LAKI
No. 10, BEBAS, HINDUK HAMBA RAJA HAJI SEMAIL
No. 11, BEBAS, HINDUK HARU BESAR
Kubupun akhirnya mekar menjadi 7 Kecamatan (Kubu, Kuba, Palika, Mukti Jaya, Bagan Batu, Bagan Sinembah Raya dan Simpang Kanan)
KUBU – SEJARAH YANG PERLU DULURUSKAN
Berdasarkan catatan sejarah dari sebuah manuskrip bertulis Jawi bertajuk “Hukum Adat Istiadat Negeri” yang disusun oleh Kepala Suku Hambaraja bernama Abdurrahman bergelar Datuk Indra Setia pada tahun 1929, Kerajaan Kubu didirikan Tuanku Raja Hitam pada tahun 1084 H (1667 M).
Tuanku Raja Hitam adalah seorang bangsawan, berasal dari Padang Nunang, Negeri Rao, datang bersama 70 orang rombongan, penasehat dan para pembantunya : Datuk Penghulu Musa, Datuk Merah Pelangi, Datuk Kancil, tiga Hulubalang, : Panglima Sati, Panglima Sultan Kaleno, dan Panglima Hundero.
Dalam perjalanan menghilir Sungai Rokan, rombongan Tuanku Raja Hitam tiba di muara sungai Rokan sebelah barat Pulau Halang. Mereka kemudian menyusuri sebuah sungai bernama Sungai Baung. Meskipun demikian beberapa sumber dalam cerita rakyat setempat di Sungai Baung ini telah pernah ada sebuah kampung yang bernama negeri Galangan.
Datuk Raja Hitam menetap di Sungai Baung dan menjadikannya sebuah negeri dipinggir sungai yang kemudian di namakan dengan TANJUNG SONO. Yang menarik adalah pembukaan tempat pemukiman itu ditugaskan kepada Datuk Kancil dalam sebuah acara ritual yang disebut TOTAW MENOTAW terkenal dalam masyarakat Kubu hingga kini.
Ada catatan menarik berkaitan dengan kisah totaw menotaw ini. Datuk kancil mempersiap kan bahan-bahan yang digunakan – seekor kambing dan daun juang-juang. Setelah seelesai esok paginya terlihat suatu kejadian aneh yang mencengang kan masyarakat yang menyaksikannya.
Sepanjang tepi sungai tumbuh kayu yang berbaris rapat seperti pagar. Dan daun juang-juang yang dipergunakan untuk bahan menotaw tumbuh menjadi sebatang pohon besar. Ditempat acara terlihat jejak dari dua ekor binatang berbeda. Arah kedarat terlihat jejak harimau dan arah ke sungai terlihat jejak buaya.
Ketika Datuk Kancil melihat jejak ini, beliau termenung dan kemudian terdengar dia berujar “Orang kubu tidak pernah dikalahkan oleh manusia, kecuali oleh harimau dan buaya”.
Perkataan Datuk Kancil ini sering diingat oleh para orang-orang tua secara turun temurun, dan memiliki makna yang dalam bagi pandangan hidup orang-orang kubu.
Dari pagar yang tumbuh sepanjang sungai itu pula kemudian daerah ini dinamakan dengan Kubu. Sejak saat itu sungai Baung berganti nama menjadi Kubu, danmulai dikenal oleh daerah dan kerajaan lain, terutama kerajaan yang berada di Sungai Rokan seperti Kerajaan Bangko dan Tanah Putih, bahkan sampai ke negeri Johor (Malaysia).
Tahun 1679 rombongan dari Johor yang dipimpin oleh Datuk Gafar mengunjungi Kubu. Mereka diterima baik oleh Datuk Raja Hitam dan ditempatkan didaerah SUNGAI PINANG dan sekitarnya. Diantara rombongan itu terdapat juga orang-orang seperti :
1. Datuk Raja Gafar
2. Datuk Latif
3. Datuk Abdullah
4. Panglima Kadono
5. Panglima Anam
Pertemuan kedua rombongan yang berlainan daerah ini kemudian menjadikan daerah ini mulai ditata dari segi kepemerintahannya. Layaknya sebagai sebuah kerajaan daerah ini disusun dan dirumuskanlah undang-undang dan aturan, adat istiadat yang berlaku dan diberlakukan. Jadilah negeri ini sebuah negeri yang berdaulat yang memiliki administrasi yang lengkap.
Sebagai sebuah kerajaan diangkatlah pertama kali DATUK RAJA HITAM sebagai raja (wafat tahun 1708) dengan perdana menteri pertama DATUK GAFAR atau digelar juga dengan Datuk Bendahara (wafat tahun 1710). Pada tahun 1730 kerajaan kubu dipimpin oleh BANDA JALAL yang diberi gelar dengan JOHAN PAHLAWAN. Kepemimpinan Johan Pahlawan tidak berlangsung lama, karena sering terjadi kekacauan dan kejahatan seperti perampokan yang meresahkan penduduk.
Pertikaian antara Raja Megat Makhota dengan Banda Jalal kemudian didamaikan oleh Sultan Siak Sri Indrapura (1723-1746).
Tahun 1893 dibentuk dewan DATUK EMPAT KERAJAAN KUBU : 1. Suku Rawa bergelar JAYA PERKASA 2. Suku Ambaraja bergelar INDRA SETIA 3. Suku Aru bergekar PADUKA SAMA RAJA 4. Suku Bebas bergelar INDRA BANGSAWAN.
Dari catatan kecil tentang Kubu, bertambah lagi pengayaan khazanah sejarah Puak Melayu di Rokan Hilir. Bersamaan munculnya Kerajaan Rokan Pekaitan ada Kerajaan Kubu. (BERSAMBUNG)