ROKANHILIR – Setelah Satu Tahun lebih membuat pengaduan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akhirnya Tim Penegak Hukum (Gakum) dari KLHK turun kelapangan memverifikasi pengaduan dengan nomor register 190167, di Kepenghuluan Putat, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau.
Dikonfirmasi Zulkifli, dirinya sangat berterimakasih kepada Kemen LHK atas respon pengaduan yang pernah disampaikan dirinya pada tanggal 28 Januari 2019 silam, dengan nomor register 190167 terlampir.
Dilanjut Zul sapaan akrab redaktur investigasi media gopesisir.com, dirinya berharap pihak KLHK serius untuk menyelesaikan persoalan ini sampai tuntas. Sehingga tidak ada lagi carut-marut lahan perkebunan ilegal di Kabupaten berjuluk Seribu Kubah itu.
“Permasalahan lahan ini harus dituntaskan. Saya yakin Kemen LHK tidak main-main dengan masalah lingkungan dan hutan,” ujar Zul, baru-baru ini di Bagan Siapiapi.
Sementara dikonfirmasi pihak dari Tim Gakum KLHK yang turun memverifikasi dilapangan mengatakan, fakta dilapangan telah di temui plank papan nama atas Koperasi Sawit Tani Makmur dengan Nomor Badan Hukum 418/BH/IV.6/VII/2015.
Dan diplank tersebut, lanjutnya, bertuliskan unit usaha perkebunan kelapa sawit binaan Apkasindo dengan nomor 14.0027.11.18.
“Kami akan panggil pihak Koperasi tersebut untuk melihat dokumen yang mereka miliki secepatnya” katanya, kepada awak media ini di shop caffee lion, baru-baru ini.
Selama tim Gakum KLHK turun dibeberapa lokasi lahan yang diseputaran Tanah Putih, Manggala dan Desa Putat, diakui di beberapa tempat melalui aplikasi khusus titik kordinat semua lahan perkebunan sawit berada dikawasan Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan sebagian Hutan Produksi Konversi (HPK).
“Kemarin (Kamis,red) silam, kami megitari kawasan-kawasan perkebunan sawit salah satunya yang telah dilpaorkan bersama KPH yang ada di Rohil. Hasilnya sangat mengejutkan,” paparnya.
Sementara, Pemerintah Provinsi Riau disebut kehilangan potensi pendapatan hingga Rp 107 triliun per tahun. Hal itu akibat hamparan perkebunan sawit tanpa izin yang mencapai 1,4 juta hektare di Bumi Lancang Kuning tersebut.
“Potensi penerimaan pajak yang hilang itu Rp 107 Triliun setiap tahun dari 1,4 juta hektare perkebunan sawit ilegal,” kata mantan Ketua Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Lahan DPRD Riau Suhardiman Amby kepada Antara di Pekanbaru sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (4/2/2020).
Pada 2016, Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Lahan DPRD Riau menemukan sedikitnya 1,4 juta hektare hutan yang disulap menjadi perkebunan sawit oleh beragam korporasi di sejumlah daerah di Riau. Hingga kini, dia mengatakan terdapat tujuh perusahaan telah diseret ke ranah hukum dan diputus bersalah.
Lain lagi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setidaknya mencatat ada 1 juta Hektare (Ha) kebun sawit di Riau tanpa memiliki izin. Pemprov Riau didorong untuk menertibkan perkebunan sawit ilegal tersebut.
“Dalam catatan kami ada 1 juta hektare perkebunan sawit mengokupasi areal hutan dijadikan perkebunan kelapa sawit. Selain dikuasi masyarakat, paling besar dikuasai perusahaan tanpa izin,” kata Wakil Pimpinan KPK, Alexander Marwata di Pekanbaru, Kamis (2/5/2019) silam.
Kunjungan KPK saat itu dalam rangka penandatangan kesepakatan penerimaan pajak pusat dan daerah yang dihadiri Gubernur Riau, Syamsuar.
Alexander menjelaskan, dari koordinasi dan supervisi (korsup) ditemukan banyak perusahaan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Dengan demikian, perusahaan tersebut belum pernah membayar pajak selama menguasai hutan.
“Perusahaan itu sudah mengeruk kekayaan bumi, namun mereka tidak pernah membayar pajak ke negara,” kata Alexander.**
Laporan by: gp3