BENGKULU – Upaya mencari keadilan melawan sindikat mafia tanah, terus diperjuangkan Switta, warga Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Secercah harapan muncul, usai Swita mengadukan persolaan keluarganya ke Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar.
“Awalnya, saya ceritakan terkait Desa Tidak Ramah Perempuan di Kabupaten Lebong. Karena ibu dan bibi saya yang sudah lansia, jadi korban penelantaran oleh Kades dan Camat. Kasus ini juga berkaitan dengan dugaan sindikat mafia tanah,” ungkap Switta dalam keterangan persnya di Bengkulu, Jumat (12/3/2021).
Switta menjelaskan, tanah ayahnya, Mahmud Damdjaty, dibeli dari M. Rais, warga Rimbo Pengadang, Lebong, tahun 2002 silam. Tanah seluas kurang lebih dua hektar di sungai Ketaun, Desa Talang Ratu tersebut, telah diakui keabsahannya oleh Direktur PT. Ketaun Hidro Energi (KHE), Zulfan Zahar, tanggal 2 Agustus 2020.
Hal ini dibuktikan dengan surat yang ditandatangani Zulfan Zahar kepada Bupati Lebong bernomor 090/KHE-BUPATI/IX/2020, tanggal 1 Oktober 2020.
Legalitas tanah Mahmud, kembali diperkuat surat pernyataan bermaterai oleh Samiun, tanggal 18 Agustus 2020. Samiun menyatakan bahwa, tanah tersebut sah milik Mahmud, dan ditandatangani Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin.
Namun, diam-diam, PT. KHE justru membayar tanah Mahmud kepada Samiun, November 2020. Acuannya surat keterangan dari Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin. Disertai surat hibah milik Samiun dari ayahnya, M. Rais, tanggal 2 Oktober 2020. Padahal, M.Rais sudah meninggal tahun 2017.
“Bukan hanya tanah orang tua saya saja. Ada beberapa lahan warga lain di lokasi serupa diserobot oleh oknum yang sama. Melibatkan Kades dan Camat. Lalu, dijual ke PT. KHE, untuk rencana pembangunan PLTM Ketaun 3”. Papar Switta.
Puncaknya, terjadi upaya paksa pengukuran tanah Mahmud di sekitar sungai Ketaun, Desa Talang Ratu, Rimbo Pengadang, 28 Januari 2021 lalu. Saat itu, hadir Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin, didampingi Kades Teluk Dien, Jon Kenedi.
Kedua kakak beradik itu mendampingi Samiun, dan Legal Permit PT. KHE, Afanthio Wira Bachtiar. Thio diutus langsung Direktur PT. KHE, Zulfan Zahar untuk mengawasi pengukuran tanah yang telah mereka bayar kepada Samiun.
Secara tegas, pihak keluarga Mahmud tidak mengijinkan pengukuran. Bahkan, Kasi Pengukuran Kanwil ATR/BPN Lebong, Nasution, ikut membatalkan pengukuran. Karena tanah tersebut, sedang menjalani proses penerbitan sertifikat atas nama Mahmud Damdjaty di ATR/BPN Lebong.
Imbasnya, Kades Teluk Dien, Jon Kenedi, diduga tidak terima, dan murka. Lantas melarang dua lansia dan 12 keluarga Mahmud lainnya, menggunakan rakit. Ulah Jon didukung kakaknya, Lasmudin, selaku Camat Rimbo Pengadang. Alasannya, rakit tersebut milik keluarga mereka.
“Sesuai fakta lapangan, saya laporkan semua ulah Kades dan Camat melalui Tim Sapa Desa. Alhamdulillah, ada respon positif dari Mendes PDTT. Beliau langsung menyurati Menteri ATR/BPN. Kontraditif dengan pejabat daerah yang terkesan abai. Atau jangan-jangan ada conflict of interest”. ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar, membenarkan ihwal laporan warga tersebut. Mendes yang akrab disapa Gus Halim itu, menginstruksikan salah satu Tenaga Ahlinya wilayah Lebong untuk meminta keterangan dari semua pihak di sana.
“Siap, Terimakasih infonya. Kita tindaklanjuti laporan berkaitan dengan sengketa lahan antara warga, pemerintah Desa dan Kecamatan, serta perusahaan di Desa Talang Ratu, Kecamatan Rimbo Pengadang, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu,” kata Gus Halim.
Mendes PDTT juga telah melayangkan surat bernomor 400/HM.01.04/III/2021 kepada Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil. Dengan harapan, Menteri Sofyan segera menindaklanjuti dugaan sindikat mafia tanah di Kabupaten Lebong, Bengkulu.
“Kami sampaikan, aduan warga yang dilaporkan melalui Tim Sapa Desa, Kemendes PDTT, tanggal 9 Maret 2021. Mohon perkenan Bapak Menteri ATR/BPN (Sofyan Djalil) untuk memaklumi laporan tersebut”. Imbuh Gus Halim.
Terkait dugaan maladministrasi oleh Kades Teluk Dien, dan Camat Rimbo Pengadang, Gus Halim menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Gus Halim meyakini, pihak Kemendagri.
“Sudah disampaikan ke Kemendagri, selaku pemegang otoritas aparatur pemerintah desa. Sudah di tindaklanjuti ke daerah (Bengkulu),” jamin Gus Halim melalui pesan singkat elektronik.
Untuk diketahui, ATR/BPN Lebong telah menerbitkan Peta Bidang Tanah (PBT) untuk Mahmud Damdjaty, 25 November 2020. Kepala Kantor (Kakan) ATR/BPN Lebong, Kristyan Edi Walujo, menjamin, pihaknya akan menerbitkan sertifikat atas nama Mahmud Damdjaty. Paling lama dua minggu, terhitung sejak PBT diterbitkan 4 Januari 2021.
“Jika ada sanggahan secara resmi, Panggil Pak Mahmud untuk mediasi. Tapi, hingga kini tidak ada konfirmasi dari Kakan ATR/BPN. Padahal kami sudah dua kali melayangkan surat menanyakan perihal terbitnya sertifikat. Kalau lupa, saya ingatkan soal MoU antara Kejagung RI dan Kementerian ATR/BPN RI nomor 11 tahun 2020. Tentang upaya penyelamatan dan penertiban aset tanah. Serta penegakan hukum bidang agraria. Termasuk juga pemberantasan mafia tanah”. Urai Switta.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kakan ATR/BPN Lebong, Kristyan Edi Walujo, belum berkenan memberikan penjelasan. Kris justru mempersilakan wartawan datang ke kantornya, Rabu, 17 Maret 2021. “Kalau mau konfirmasi ke kantor saja. Saya tunggu hari Rabu, jam 10.00 WIB. Cukup orang dua saja, dan yang mendapat kuasa dari pak Mahmud. Makasih”. Timpalnya. **(Rls)