Maka dari itu, lanjut Rahman, para nelayan menilai tidak ada lagkah konkrit atas kelakuan dan tingkah tiga orang nelayan pukat teng, lantaran didalamnya ada Hasan (Abang kandung ketua HNSI). Padahal, dia tau persoalan ini bukan hanya persoalan hasil, melainkan menjaga keberlangsungan hidup ribuan nelayan Rohil sehari-hari.
“Wajar para nelayan berasumsi kalau ketua HNSI Rohil tidak berpihak kenelayan tradisional, sebab upaya-upaya yang dia lakukan tidak ada kebersamaan lagi, apa lagi permasalahan ini terkesan dibiarkan berlarut-larut hampir setengah tahun. Kami lihat dia lebih fokus disisi lain,” kata Rahman.
Bahkan, lanjut Rahman, isu-isu yang muncul saat ini, dari beberapa rangkaian aksi-aksi para nelayan beberapa hari lalu menjadi buah bibir bagi segelintir pengguna pukat teng, yang seolah-olah tidak ada yang perlu dikhawatirkan akan aksi-aksi para nelayan saat itu.
“Ambang batas kesabaran mungkin masih ada, tapi siapa yang bisa jamin jika perut sejengkal ini sudah meronta. Bukan mereka saja yang mau hidup, apa kami semua (Nelayan,red) tidak butuh hidup,” tegasnya.
Bagi kebanyakan nelayan dikabupaten Rohil, mungkin bukan hal yang sulit untuk memiliki bahkan membeli pukat teng atau pukat salome tersebut. Adap dan santun dalam mencari napkah dilaut yang sudah tertanam dan diwariskan secara turun temurun.
“Ini bukan persoalan mampu atau tidak punya pukat teng. Kami harus sama-sama menjaga kelestarian alam laut serta kearipan lokal yang sudah ada sejak turun temurun dan diwariskan kepada kami. Demi sesama menjaga perut sejengkal, bukan mencari untuk kaya serta menghalalkan segala cara,” tegasnya.
“Lihat nelayan tetangga perbatasan kita (Sumut,red), karena nelayan menghalalkan penggunaan alat tangkap jenis apapun. Habitat laut disana tidak normal tumbuh, sehingga harus mencari napkah dilaut luar walau didaerah lain resikonya nyawa sekali pun jadi taruhan,” tandasnya.
Sementara, Jonatan, warga keturunan tionghoa asal Pulau Halang, yang diduga sebagai cukong dan penggagas pukat teng dilaut Rohil bersama Irwandi(Andi) dan Hasan, dikonfirmasi baru-baru ini megatakan, dirinya dan dua rekannya telah mengikuti aturan yang berlaku sesuai Undang-undang perikanan dan kelautan.
“Kita sudah punya izin dari dinas terkait, soal kearipan lokal kita tau. Tapi kita bekerja untuk cari makan. Kita tidak ada melanggar aturan kok,” kata Jonatan, via selulernya, baru-baru ini.
Menanggapi aksi-aksi protes para nelayan yang saat itu telah memberi peringatan tertulis dan aksi menyita pukat teng yang di titipkan dikantor UPT Perikanan Provinsi Riau yang berada di Bagan Siapi-api, Jonatan merespon hal tersebut adalah hal yang biasa-biasa saja.
“Kita menghargai hal tersebut, saya hanya kerja untuk cari makan. Jika hal lain terjadi, maka saya siap membawa perkara ini sampai ke Polda. Dan saya sudah koordinasi sebelumnya sama pihak Polda Riau soal pekerjaan ini,” tutupnya.
Disayangkan, pernyataan Jonatan tidak secara rinci menerangkan siapa sosok nama oknum di Polda Riau seperti yang ia sebutkan dan dibagian apa oknum tersebut bertugas. Pernyataan itu, bisa menimbulkan berbagai pandangan nrgatif dikalangan masyarakat awam khususnya nelayan.**
Laporan by: Tim/Ram S
Editor by: Red/Adm