PEKANBARU ~ Aksi premanisme yang dilakukan ajudan Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru, T. Azwendi Fajri pada Jumat pekan lalu terhadap wartawan, mendapat kecaman dari berbagai pihak, salah satunya Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Hamdani dengan tegas mengecam tindakan premanisme digedung milik rakyat tersebut.
Dikatakannya, terlebih lagi pengusiran wartawan dengan tindakan premanisme itu dilakukan (Jumat, 8/5) dalam hal wartawan sedang melakukan kegiatan jurnalistik, yaitu dalam melakukan peliputan pembahasan masalah anggaran penanganan Covid 19, yang bersifat terbuka.
Dihadapan Kapolres Pekanbaru, AKBP Nandang Mu’min Wijaya, Ketua DPRD meminta penegak hukum agar mengusut tuntas tindakan premanisme pada wartawan tersebut, Jumat (15/5/2020).
“Saya mendukung penuh laporan ini, usut tuntas kasus premanisme terhadap wartawan di gedung rakyat,” pintanya.
Sementara itu, AKBP Nandang Mu’min Wijaya mengaku telah menerima laporan tersebut, dan mengatakan bahwa sa’at ini pihak Kepolisian sedang menindaklanjuti laporannya.
Sebagaimana diketahui, peristiwa premanisme dan pengusiran wartawan digedung DPRD Kota Pekanbaru pekan lalu yang menjadi viral akibat dilakukan oleh ajudan Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru dari Partai Demokrat T. Azwendi Fajri, sehingga muncul dan berkembang dugaan pada tindakan wakil rakyat itu selama ini, Jangankan terhadap rakyat, pada wartawan pun masih sempat mereka lakukan aksi premanisme.
Kekerasan itu dilakukan Ade Marton dan Raden Marwan (Staf protokol Sekwan DPRD), pada saat Fadila Saputra sedang melakukan peliputan di DPRD Kota Pekanbaru dalam agenda Rapat Kerja Gabungan Komisi terkait refocusing anggaran APBD Kota Pekanbaru pada Jumat, (8/5) pukul 11.00 WIB lalu, di ruang rapat Paripurna DPRD Kota Pekanbaru.
Rapat itu bersifat terbuka, yakni dalam artian jangankan insan pers, masyarakat pun boleh menghadiri dan memantau rapat yang membahas anggaran Covid-19 itu.
Mengenai aksi premanisme di gedung rakyat tersebut, yang sudah dilaporkan dengan No Laporan STPL : B/STPL/43/V/2020/RIAU/RESTA PEKANBARU/SEKTOR PBR KOTA, yang selain diduga tuduhan penghinaan dan pengusiran, tersangka juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 pasal 18 ayat (1) yang berbunyi : Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). **(tim)