ROKANHILIR – Diduga, oknum Datuk Penghulu di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) menggunakan jasa yang diduga adik kandungnya untuk melecehkan profesi wartawan dengan kata-kata yang tidak beretika disebuah jejaringan media sosial (Facebook).
Kejadian bermula saat beberapa awak media ingin mengkonfirmasi oknum datuk penghulu terkait permasalahan yang ada disekitar.
Namun, apa yang dialami rekanan awak media malah menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dari oknum Sekdes, hingga berujung sampai keadik oknum penghulu melontarkan kata-kata tidak sopan disosmed.
“Sampai saat ini kita tidak tau apa konteks dan tujuan dari diduga adik oknum penghulu itu yang melontarkan kata-kata yang tidak beretika kepada wartawan dimedsos,” ujar Bung Rahmad S Jusu, Pimred gopesisir.com, yanag terlihat geram atas apa yang menimpah rekanan seprofesi dilapangan kala itu.
Dilanjutnya, terkait barang bukti yang ada saat ini, dirinya masih melakukan kajian-kajian delik hukumnya kepada penasehat hukum dimedia gopesisir.com yang siap mendampingi agar perkara ini lebih jelas arah kepastian hukumnya.
“Kita masih melakukan kajian-kajian, kalau bb sudah selesai atau finish, saya dan penasehat hukum akan melaporkan dugaan pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik ini kepenegak hukum,” papar Bung Memed, sapaan akrab Pimred gopesisir.com itu, Selasa (15/1/18), di Bagansiapiapi.
Lanjutnya lagi, kejadian seperti ini sudah kerap terjadi disini (Rohil,red). Hal itu tidak menampikan bahwa masih banyaknya dugaan-dugaan oknum pejabat publik yang masih alergi terhadap profesi wartawan dan bahkan dirinya kerap mendapat kelakuan tidak beretika dari oknum pejabat publik yang melakukan pemblokiran nomer kontaknya dan lain-lain.
Padahal, sambungnya lagi, media itu tidak perlu ditakuti atau dihindari, karena bagi narasumber atau pejabat publik UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik) Nomor 14 Tahun 2008 cukup menjadi pedoman dan acuhan dalam melaksanakan pungsional tugasnya.
Dan, bagi wartawan juga sudah jelas diatur dalam UU Pers nomer 40 tahun 1999. “Hentikan dan buanglah sifat-sifat alergi terhadap media atau wartawan. Kita semua ada batasan yang diatur dalam undang-undang. Media juga berperan aktif terhadap kemajuan negara dan daerah,” ulasnya.
Seharusnya media diberi ruang seluas-luasnya untuk mengeksplorasikan kegiatan terhadap pencapaian yang telah dicapai untuk dipublikasikan sesuai kebutuhan publik.
Sayangnya, media yang harusnya dijadikan pilar pembangunan informasi dalam melayani masyarakat, justru menjadi momok yang menakutkan bagi mereka yang alergi terhadap demokrasi.**(gp3).