MERANTI – Aktifitas para perambah hutan secara liar (illegal loging), di Desa Lukit Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, diduga sudah mengantongi izin Pemerintah Desa setempat.
Dengan berdalih izin pengolahan kayu budi daya masyarakat melalui dokumen yang dikeluarkan Kepala Desa, para perambah dengan leluasa menjarah hasil hutan.
Pasalnya, selain mengeluarkan dokumen izin pengolahan, Kepala Desa juga dikatakan menerima setoran dari JF selaku pengurus kayu tersebut, mulai dari 300 ribu hingga 400 ribu rupiah pada setiap kali pengiriman kayu melalui jalur penyeludupan.
Sebagaimana dikutip dari rekaman pembicaraan JF, kepada Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat – Tim Pencari Fakta dan Keadilan (LSM-TPK) Kabupaten Kepulauan Meranti, ketika melakukan konfirmasi beberapa waktu lalu, dan disampaikan kepada awak media ini, Rabu (11/2/2020).
“Selama ini tanggapan dari kepala desa baik, setiap berangkat kita ada keterangan dari dia, dan tentang prosedur dokumen 90 persen kita ikuti, Fee (jatah_red) untuk desa kita jalankan, dan setiap berangkat ada untuk kepala desa, sedikitnya 300 sampai 400 ribu sesuai komitmen pada perjanjian diawalnya”. Kata JF.
Dalam pembicaraan tersebut, JF juga mengakui, didalam mengolah kayu mahang mereka juga menebang habis kayu hutan lainnya yang berada disekitar mereka, yaitu kayu gerunggang (Cratoxylum arborescens), kayu medang (Schima wallichii) dan sebagainya.
“Yang kita bawak ke batam kayu mahang, cuma tst (tau sama tau) aja pak, disekitar itu ada rumpun gerunggang dan rumpun medang kita babat juga, kita juga sudah mintak petunjuk sama atasan yang turun kesini, katanya itu tak apa-apa”. Ujar JF lagi.
Ditempat terpisah, Jumilan selaku Kepala Desa ketika dihubungi awak media ini melalui sambungan telpon dengan nomor +62 813-7175-xxxx mengakui adanya dokumen tersebut berbentuk surat kuasa pada kelompok.
“Dokumen yang saya berikan, sesuai surat kuasa kelompok tadi yang menyerahkan kuasa ke pada jef”. Ucap Kades melalui pesan whats appnya, Rabu (12/2/2020).
Tetapi Jumilan menyangkal kalau dia dikatakan menerima sogokan, menurutnya sangat tidak mungkin kalau sogokan cuma 300 ribu rupiah.
“Itu bukan stor, kalau stor nggak mungkin cuma 300 pak. Itu jenis bantuan ke desa kalau ada kegiatan royong uang itu di gunakan”. Tambahnya lagi.
Ketika ditanya tentang peran LPMD yang mana salah satu perannya menjadi penggerak swadaya dan gotong rorong, Jumilan mengatakan, kalau uang itu disalurkan sesuai prosedur, yaitu melalui LPMD diyakini tidak akan berjalan.
“Kalau itu diserahkan ke LPMD tak jalan pak, barang itu tak jalan, tak jalan de”. Tutup Jumilan sembari mematikan teleponnya.**
(Noeradi)