17 TAHUN KABUPATEN ROKAN HILIR

KADO UNTUK ONGAH BUPATI DAN ONGAH KETUA DPRD

                      (MAKAM PARA AWLIYA)

 

 

Dunia tasawuf mengenal banyak cerita sufi. Sebagian dari cerita itu termuat dalam Kitab Tadzkiratul Awliya, Kenangan Para Wali, ditulis oleh Fariduddin Attar. Selain berarti kenangan atau ingatan, kata tadzkirah dalam bahasa Arab juga berarti pelajaran. Sehingga Tadzkiratul Awliya berarti pelajaran yang diberikan oleh para Wali.

Ya Pelajaran yang diberikan oleh para Wali. Pertanyaannya Adalah “Masih adakah ingatan kita  terhadap wali-wali yang ada di negeri Seribu Kubah ini. Adakah pelajaran itu menjadi ingatan kita semua – Muslim Melayu, sejak Kabupaten ini mekar hingga sampai usia 17 tahun ? Adakah kenangan itu mampu menghidupkan kembali roh dan jiwa kita untuk berbuat sebagaimana mereka berbuat untuk kita di masa lalu.

Wali adalah orang yang berhati bersih dan senang berkhidmat pada sesama, tidak peduli apakah etnis Melayu, Makasar, Jawa, Sunda, Aceh. Wali adalah makhluk yang hidup dalam paradigma cinta, menyebarkan cinta pada seluruh makhluk di alam semesta, memberkahi kehidupan kita, baik kehadiran mereka secara jasmaniah maupun kehadiran secara ruhaniah.

Terlepas dari sikap pro dan kontra yang dibahas para netizen di media social terhadap berbagai acara yang disuguhkan oleh Pemerintah Kabupaten untuk menghibur rakyatnya pada Peringatan 17 Tahun Kabupaten Rokan Hilir, saya pribadi tidaklah mau masuk terlalu dalam kecuali hanya ingin mengingatkan beberapa hal.

Bumi Rokan Hilir terbentuk dari 3 Kampung Tua : Bangko, Kubu dan Tanah Putih. Disetiap Kampung Tua ada perintis awal yang berperan membuka wilayah dan membangun masyarakat sehingga Melayu Rokan Hilir dan berbagai etnis lainnya bisa hidup secara damai dan memeluk Islam sebagai agama mayoritas di bumi Melayu Rohil. Muslimnya Melayu adalah hasil dakwah para Awliya, para perintis awal, para Wali, atau orang-orang yang dikaruniai oleh Allah SWT kelebihan dalam memahami agama dan kelebihan pada tuah diri, sehingga menjadi semangat bagi Unyang-unyang kita, Atuk-atuk  dan orang-orang tua kita untuk berbuat seperti mereka.

Bahkan ketika nama mereka hadir dalam cerita, cerita-cerita Uyang Melayu, mereka pun berziarah ke Makam-makam mereka jika ada keberhasilan yang mereka peroleh dalam hidup dan kehidupan ini. Dalam tatanan Adat Melayu, ia disebut dengan ziarah kubur. Dan di masyarakat Jawa disebut Wisata Ziarah. Ziarah ke Makam Wali Songo dan Makam-makam Wali lainnya.

Para Awliya kita. Ya. Inilah yang ingin kami hadirkan sebagai Kado Ulang Tahun Kabupaten Rokan Hilir ke 17. Kado ini kami persembahkan untuk Ongah Bupati dan Ogah Ketua DPRD. Kado ini sebagai pengingat, setelah tujuh belas tahun menjadi Kabupaten, jangan-jangan berbagai musibah yang kita alami sekarang karena kita telah melupakan jasa-jasa mereka. Jangan-jangan semakin berkurangnya keberkahan duniawi kita di Kabupaten ini karena kita melupakan ketulusan dan kedermawanan mereka atau karena kita telah tenggelam dalam arus Materialisme yang membutakan mata dan menutup jiwa dan rohani kita.

Lihatlah Ngah. Di Kampung Bangko ada Datuk Kumbang, Datuk Batu Hampar dan Datuk Sungai Rumbia; di Kampung Kubu ada Datuk Ambe dan Datuk Kancil ; di Kampung Tanah Putih ada Syaikh Zainuddin, Syaikh Khalid, Syaikh Muhammad Nur (sekarang Rantau Kopar) dan beberapa awliya lainnya. Setiap tahun peringatan hari jadi Kabupaten ini berlangsung meriah, dengan aneka kegiatan hiburan dan ceramah, menghabiskan dana ratusan juta bahkan sampai milyaran rupiah. Tapi tengoklah Ngah adakah Gapura sebagai penunjuk atau tanda bahwa disitu ada Makam para Awliya, Makam Datuk-datuk kita. Adakah pagar dan jalan semenisasi dibangun agar anak cucu dan cicitnya mudah berziarah untuk mengambil i’tibar dari kehidupan mereka. Adakah program yang kita rencanakan untuk memugar kembali Makam-makam tersebut agar kita bisa mengambil berkah dari ketulusan dan kedermawanan mereka. Makam-makam itu adalah Makam Datuk-datuk kita, Datuk yang dikaruniai oleh Allah kelebihan dan kemuliaan.

Tengoklah Ngah, sebagian besar Makam mereka ada yang terbungkus semak belukar, terbungkus kain lapuk yang mungkin hanya berganti atas keredaan cucu dan cicitnya yang masih simpati dan ingat. Hampir tak terawat. Padahal, Merekalah yang membuka Kampung ini dahulunya. Dan dari tiga Kampung Tua inilah kita kini menjadi besar. Tidakkah kita tergerak ketika kita membangun taman untuk keindahan kota, taman kota atau tempat bermain, menanam sebatang kembang disisi Makam Datuk-datuk Awliya kita. Tidakkah kita tergerak, ketika hampir setiap hari kita berlalu lalang dengan mobil mewah melintasi Makam mereka, terbayang dalam fikiran kita bagaimana bentuk dan keadaan Makam mereka kini ? Wahai, kita para cucu Datuk Kumbang, Datuk Batu Hampar, Datuk Sungai Rumbia, Datuk Kancil, Datuk Ambe, Syaikh Zainuddin, Syaikh Khalid, Syaikh Muhammad Nur. Pada titik inikah kita Cuma bisa menghargai mereka ?

Ngah, dalam cucurn air mata, karena sedih melihat Makam Awliya, kami menulis secara tulus bahwa menghadirkan para Wali di dalam hidup kita, kita sesungguhnya telah memberkahi diri dan tempat sekeliling kita, memberkahi diri, masyarakat dan Kabupaten kita.

Sebuah hadis menyebutkan bahwa di dunia ini ada sekelompok orang yang amat dekat dengan Allah SWT. Bila mereka tiba di suatu tempat, karena kehadiran mereka, Allah selamatkan tempat itu dari tujuh puluh macam bencana. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulallah, siapakah mereka itu dan bagaimana mereka mencapai derajat itu?” Nabi yang mulia menjawab, “Mereka sampai ke tingkat yang tinggi itu bukan karena rajinnya mereka ibadah. Mereka memperoleh kedudukan itu karena dua hal; ketulusan hati mereka dan kedermawanan mereka pada sesama manusia.”

Dalam Syarah Muslim, Imam Nawawi menjelaskan dalil dianjurkannya menghadirkan orang-orang shalih untuk memberkati tempat tinggal kita. Ia meriwayatkan kisah Anas bin Malik yang mengundang Rasulullah saw untuk jamuan makan. Tiba di rumah Anas, Rasulullah meminta keluarga itu untuk menyediakan semangkuk air. Beliau memasukkan jari jemarinya ke air lalu mencipratkannya ke sudut-sudut rumah. Nabi kemudian shalat dua rakaat di rumah itu meskipun bukan pada waktu shalat. Menurut Imam Nawawi, “Shalat Nabi itu adalah shalat untuk memberkati rumah Anas bin Malik. Imam Nawawi menulis, “Inilah keterangan tentang mengambil berkah dari atsar-nya orang-orang shalih.”

Mari kita “hidupkan” roh-roh Datuk-datuk kita di dalam diri kita agar keberkahan senantiasa membasahi negeri Seribu Kubah ini. Mari kita hidupkan kembali ketulusan hati dan kedermawanan mereka dalam membangun negeri ini. Mari kita buang semua sikap Ujub sebagai penghalang naiknya kita ke tingkat yang lebih tinggi. Mari kita belajar menghinakan diri kita, seperti yang dinasihatkan Datuk Batu Hampar, Datuk Sungai Rumbia, Datuk Kancil, Datuk Ambe, Syaikh Zainuddin, Syaikh Khalid dan Syaikh Muhammad Nur kepada murid, cucu dan kita semua agar Allah swt senantisa memberikan perlindungan kepada kita.

Roh mereka tetap hidup dan manatap kita dari tempat mereka yang abadi. Adakah kita merasakan hal itu ? Datuk Sungai Rumbia tidak pernah Makamnya tenggelam meskipun diwilayah tersebut Banjir dan menenggelamkamkan wilayah sekitarnya. Cerita tentang kelebihan Syaikh Zainuddin membuat diri kita tak berarti. Apalagi mendengar cerita Datuk Kancil dan Datuk Ambe. Ini semua cerita. Tetapi Al-Quran pun mengajar kita dengan cerita. Surat Yusuf, misalnya, lebih dari sembilan puluh persen isinya, adalah cerita. Terkadang Al-Quran membangkitkan keingintahuan kita juga dengan cerita : Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang cerita yang dahsyat, yang mereka perselisihkan. (QS. An-Naba; 1-3).

Bagian awal dari surat Al-Kahfi bercerita tentang para pemuda yang mempertahankan imannya : “Ingatlah ketika pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini. (QS. Al-Kahfi; 10).

Surat ini dilanjutkan dengan kisah pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidhir, diteruskan dengan riwayat Zulkarnain, dan diakhiri oleh cerita Rasulullah saw. Surat Maryam, juga penuh berisi ceritera; “Dan kenanglah kisah Maryam dalam Al-Quran. Ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke satu tempat di sebelah timur. (QS. Maryam; 16) .
Mari kita sejenak tafakkur, membersihkan hati, melapangkan dada, mensucikan fikiran seraya membaca Al-Fatiha. Mari kita kirimkan kepada arwah mereka, para Datuk dan Awliya kita  sebagai bakti kita atas usaha mereka membuka wilayah ini dan meng-Islamkan kita sehingga menjadi Muslim seperti sekarang ini.

“Selamat Hari Jadi Kabupaten Rokan Hilir ke 17”. Inilah kado dari kami, kado istimewa untuk Ongah Bupati dan Ongah Ketua DPRD. Mudah-mudahan ada progam untuk merehabilitasi Makam-makam mereka, Makam-makam Datuk-datuk Kita yang berada di tiga “Kampung Tua”, di Kabupaten ini, agar anak cucu dan cicitnya bisa melakukan Wisata Religi sebagai bagian program Ongah Bupati periode 2016-2021.***

Posting by: Pimpinan Umum/Redaksi Asmara Hadi Usman
Redaktur: memed cute

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *