BENGKALIS – Usulan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), oleh para tokoh agama dan Kepala KUA kepada Plh. Bupati Bengkalis, yang juga sekaligus memenuhi ajakan Gubernur Riau, sehubungan web corona.riau.go.id sejak beberapa hari terakhir menunjukan infografik peta seluruh kabupaten/kota Provinsi Riau berada pada zona merah, mendapat beberapa tanggapan dari masyarakat.
Seperti disampaikan H. Heru Wahyudi tokoh masyarakat Rimba Sekampung Kecamatan Bengkalis kepada awak media, bahwa pemberlakuan PSBB merupakan langkah terakhir yang ditempuh bilamana tidak ada solusi lain dalam upaya pemutusan mata rantai wabah covid-19.
“PSBB ini adalah jalan terakhir, yang kalau memang harus ditempuh tentu memerlukan kesiapan dan pemikiran yang matang, karena dengan tabiat masyarkat dan kondisi sosial serta ekonomi terkini tentu akan ada dampak yang sangat luas dan terasa pada kita semua terutama pedagang, pengusaha dan pelaku ekonomi lainnya serta masyarakat umum pastinya. Tetapi yang lebih penting terlebih dahulu harus dilakukan adalah setiap pimpinan dari jama’ah, umat dan kesatuan sosial untuk menyadarkan jamaah dan masyarakat dibawahnya, bahwa kita harus berada pada satu komando, ikuti apa yang menjadi instruksi pemimpin, jangan suka menterjemahkan keadaan menurut pikiran sendiri”, Kamis (7/5/2020).
Dilanjutkan H. Heru Wahyudi lagi, adalah menjadi tugas bersama dimulai dari sekarang, baik itu jadi atau tidaknya pemberlakuan PSBB, mensosialisasikan persoalan covid secara langsung kepada masyarakat dengan tegas dan lugas, sehingga mendapat satu pemahaman dan sikap yang seragam dalam memerangi wabah Corona.
“Sikap yang tepat dan tegas harus diambil oleh pemangku kebijakan agar bencana ini semakin cepat teratasi dengan segala resikonya, putuskan segera mata rantai penularan ini dengan konsekwen melakukan imbauan serta melaksanakan social distancing, kalau itu sudah dilakukan, kemudian dianggap wabah ini semakin meluas dan tak terkendali jalan terakhir adalah dengan bismillah kita lakukan PSBB”, ujarnya.
Tanggapan yang sama juga disampaikan Anggota DPRD Kabupaten Bengkalis dari Patai Keadilan Sejahtera (PKS), menurut Sanusi, SH. MH, Pemerintah sebagai pelaksana Konstitusi berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menyesuaikan keadaan nyata (das sein), sesuai dengan apa yang dicita-citakan dalam Konstitutional.
“Keadaan seperti ini juga merupakan kewajiban pemerintah untuk mempersiapkan instrumen sebagai alat paksaan penegakan aturan, namun hal yang perlu di perhatikan pelaksanaan paksaan Pemerintah tersebut harus memperhatikan asas-asas umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), seperti asas kepatutan, asas kemanusiaan, dan asas keterbukaan, yaitu jangan sampai masyarakat dikurung tetapi hak-haknya tidak dipenuhi”. Sebut Sanusi.
Lebih lanjut pria yang akrab disapa Yung Sanusi itu menambahkan tentang upaya pemutusan mata rantai hendaklah diiringi dengan solusi penanganan dampak yang ditimbulkannya.
“PSBB merupakan upaya memutus mata rantai penyebaran Covid 19, tetapi dengan dilaksanakannya PSBB juga harus memberi solusi kelangsungan hidup dan hak asasi manusia tidak diabaikan. PSBB ini berada pada ranah diskresi, sehingga Pemerintah dapat memilih atau menggunakan Paksaan ini ataupun tidak menggunakannya”. tegasnya.
Tidak sampai disitu, salah seorang masyarakat Bengkalis, Jefri juga tidak mau ketinggalan dalam dalam merespon kebijakan pemerintah yang akan dilaksanakan, dia mengimbau Pemerintah untuk lebih Arif dan bijaksana dalam menentukan status daerah ini untuk menjadi PSBB.
“Di mohon kepada Pemkab Bengkalis untuk mempertimbangkan dengan arif dan bijaksana dalam penerapan status PSBB ini, banyak aspek yang harus diperhatikan,” harapnya. **(Ep).
Editor: Gp2.