Pegiat Anti Korupsi Endus Kuat Dugaan Keterlibatan KM

PEKANBARU – Dari sejumlah fakta yang terungkap dibeberapa kali sidang pada Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Penggiat Anti Korupsi dari elemen LSM Komunitas Pemberantas Korupsi di Pekanbaru- Riau, tetap optimis mendorong langkah KPK untuk menjerat para terduga lainnya yang merugikan Negara.

Hal itu diungkap LSM tersebut, dalam kasus yang termasuk menyeret nama isteri terdakwa, AM yakni KM, yang saat itu selaku staf ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia (SDM), agar dijerat. Karena terkesan melakukan pelanggaran ketentauan pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang revisi atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dimana ketentuan pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 Tahun dan paling lama 20 Tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50 Juta dan maksimal Rp. 1 Miliar.

“Undang-undang kita sudah jelas menerangkan itu. Kita yakin, KPK tidak akan membiarkan Koruptor melenggang bebas menghabiskan dan menghambur-hamburkan uang rakyat,” ungkap Ketua Devisi Investigasi DPP LSM Komunitas Pemberantas Korupsi, Devit Panjaitan.

Selain itu tambah Devit, kepada Wartawan, terdakwa AM, selaku terdakwa bersama isterinya KS dan kawan-kawan, dapat dijerat lagi dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak pidana pencucian uang atau TPPU yang menyebutkan, setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan, harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) Tahun dan denda paling banyak Rp1 M.

Dilanjut Devit sembari menyebut, dalam waktu dekat pihaknya akan mempertanyakan tindaklanjut perkembangan laporan dan informasi terakhir yang dikirim lembaganya ke Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta pada tanggal 14 -15Juli 2020 lalu.

Disidang sebelumnya, saksi KS telah menyatakan pengunduran diri sebagai saksi untuk keterangan perkara yang menimpah suaminya di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

“Awalnya saksi yang akan dihadirkan ada Tiga (3) orang, tapi satu saksi berinisial KM, yang termuat dalam BAP disebutkan bahwa dia istrinya terdakwa, AM. Dan dia mengundurkan diri sebagai saksi,” ujar JPU KPK, Takdir Suhan, kepada Wartawan, Kamis (27/8/20) siang di PN Pekanbaru.

Pengunduran diri KM sebagai saksi punya dasar hukum, lanjut Suhan, menurut pasal 168 huruf C KUHAP. Kemudian ditegaskan dalam Pasal 35 ayat 1 UU 31 tahun 1999 terkait dengan kedekatan hubungan keluarga KM dan Terdakwa AM (Bupati nonaktif) adalah suami isteri.

“KS ini kan inti. Jadi, bisa diasumsikan logika umumnya. Pastinya nanti akan membela suaminya. Atas dasar itu, kemudian majelis hakim pun setuju KS mengundurkan diri, ya sudah,” terang Suhan. Namun lanjut Suhan, JPU KPK telah memiliki alat bukti yang cukup banyak untuk menguatkan dakwaan gratifikasi yang dilakukan oleh terdakwa AM.

“Jadi, ketidak hadiran KM, tidak mengurangi alat bukti yang kami kumpulkan baik dari keterangan saksi dalam persidangan maupun alat bukti lainnya dalam membuktikan kasus ini, apalagi Kamis mendatang tanggal 3 September, akan kembali digelar sidang pembuktian,” papar Suhan.

Dugaan keterlibatan KS diperkara AM, pada Proyek pembangunan jalan paket Duri – Sei Pakning, senilai Rp. 498.645.596,000 dan kasus dugaan gratifikasi Rp. 12.770. 330.650 dan sebesar Rp. 10.907.412.755, atau total Rp.23 Miliar lebih pada dana APBD tahun 2012 sampai dengan 2019.

Dengan mundurnya KS sebagai saksi, JPU KPK Ri, telah mendengarkan Dua (2) kesaksian pihak PT. Jonny Tjoa, dan PT. Mustika Agung Sawit Sejahtera. Kedua PT tersebut juga pengusaha sawit yang berada di wilayah Kabupaten Bengkalis.

Mereka, lanjut Jaksa KPK RI, keterangan dari pihak PT. Jonny Tjoa, telah memberikan uang sebesar Rp 12.7M dan pihak PT Sawit Anugrah Sejahtera dengan besaran Rp 10.9M. Uang tersebut diduga dikirim ke rekening pribadi milik KM.

“Perkara ini terus bergulir, dengan segala alat bukti yang kuat sudah kita miliki untuk menjerat para Koruptor dan menjebloskannya kepenjara,” tandas Suhan**(red)