Ketidak Transparan Harga, Pekebun Sawit Kerap Merugi Karena Harga TBS Yang Kian Merosot

ROKANHILIR Ketidak transparanan harga Tandan Buah Segar (TBS) dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Membuat Petani kebun sawit kerap dirugikan atau merugi. Masyarakat berharap Dinas Perkebunan, Rokan Hilir (Rohil) jangan tidur.

Demikian itu sudah lama di keluhkan oleh petani se-Indonesia terkhusus petani yang ada di Kabupaten Rohil yang disampaikan Direktur Eksekutif The Rokan Institute, Adharsam (37) Rabu (10/10/18) kepada para awak media.

Pihaknya sangat menyayangkan harga ditingkat petani sawit ditetapkan oleh pembeli buah (pemilik RAM,red) dengan sesuka hati mereka tanpa ada pengawasan dari pihak-pihak terkait yaitu Dinas Perkebunan.

“Petani hanya berada pada posisi pasrah tanpa pernah dilibatkan dalam persoalan harga buah. Paparnya berharap agar Pemkab Rohil setempat lebih peduli dengan nasib para Petani kita,” jelas Adharsam.

Baca Juga : Wow.. Hipemarohi Kecam Tindakan PUTR Rohil, Yang Mendahului Atas Proses Penyelidikan Kejati Riau

Menurutnya, pembelian tandan buah segar (TBS) pekebun kelapa sawit sudah diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Permentan/KB120/1/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.

Sedangkan harga ditetapkan dinas perkebunan provinsi berdasarkan rendemen dan umur tanaman yakni Menurut pasal 13, TBS yang diterima di pabrik harus memenuhi persyaratan : jumlah brondolan paling sedikit 12,5% dari berat TBS yang diterima, tandan terdiri atas buah mentah 0%, buah matang paling sedikit 95%, dan buah lewat matang paling banyak 5%, tandan tidak bergagang lebih dari 2,5cm, dan tidak terdapat tandan kosong.

“Kondisi jalan yang rusak dan jarak yang jauh kepabrik menjadi alasan pembeli buah (pihak RAM,red) menetapkan harga yang tidak berkeadilan,” terangnya.

Baca Juga : Bagian II: Mengenal Esy Fahlinda Lebih Dekat Menuju Pekan Baru Kota Bertuah

Untuk itulah Adharsam mengharapkan agar dinas terkait perlu berperan aktif dalam membantu masyarakat pekebun kelapa sawit dengan cara memberikan pendidikan dan pendampingan termasuk penyuluhan.

Sebab dilapangan, lanjutnya, pihaknya menyaksikan dimana pekebun hannya pasrah dengan sistem yang telah dikuasai oleh pemodal yang mana mereka hannya mampu berkeluh kesah tanpa ada perhatian pemerintah.

“Kita mengharapkan pekebun kelapa sawit dapat diletakkan sebagai mitra yang saling menguntungkan dari mata rantai produksi CPO,” harapnya yang sampai saat ini belum terealisasi.

Kemudian dia menyarankan agar petani membentuk kelompok tani dan koperasi adalah jawaban dari lemahnya daya tawar pekebun saat ini. Desa/ kepenghuluan juga untuk segera membentuk BUMDes/ BUMKep yang bisa membeli TBS Pekebun dengn mitra pabrik yang ada, sebab daerah Rohil sebagai daerah perkebunan kelapa sawit yang luas harus segera mengentaskan praktek-praktek yang merugikan pekebun kelapa sawit.

“Dinas perkebunan harus memiliki pusat informasi dan aduan untuk merespon persoalan pekebun kelapa sawit. Persoalan lahan, bibit dan penjualaan hasil pekebun harus kita bantu mencarikan solusinya bersama2,” tegasnya.

Dana petani yang dipungut dari tiap kilo TBS yang mereka jual, yang dikelola BPDPKS mari kita sama-sama baik pemerintah, NGO dan media melobynya untuk dapat dinikmati pekebun didaerah kita dalam bentuk : replanting, peningkatan SDM pekebun, bantuan bibit serta pemetaan lahan yang mereka miliki agar tidak terjadi konflik.

“Petani harus menjadi mitra bagi pengusaha PKS, Petani harus berorganisasi dengan membentuk koperasi atau kelompok tani, sebab belum semua petani yang ikut dalam asosiasi, kelompok atau serikat tani.

Dilapangan sambungnya, dirinya menekankan bahwa Harga TBS harus selalu dipantau dan diketahui masyarakat dengan transparan dan berkeadilan makanya Pabrik yang ada diRohil juga harus diwajibkan membina BUMKep yang telah ada.

“Belum. Petani kita minim informasi dan akses. Pemerintah daerah juga belum maksimal dalam memberdayakan pekebun sawit. Dengan tingkat pendidikan serta kurangnya informasi yang mereka terima, akhirnya pekebun hanya menjalankan rutinitas mereka tanpa ada pembinaan yang berkelanjutan,” eluhnya.

Untuk itu agar harga jual TBS wajar, contohnya seperti Tandan/brondolan segar dalam karung harus bebas sampah/tanah/benda lain dan berat TBS lebih dari 3kg pertandan. Selanjutnya Adharsam menyarankan kepada para pekebun kelapa sawit swadaya/mandiri, perlu bergabung dengan kelembagaan pekebun yang bisa bermitra dengan perusahaan perkebunaan.

“Pemerintah daerah wajib memfasilitasi, sebab sudah Triliunan dana yang telah dikumpulkan hendaknya dapat kembali kepekebun dengan manfaat yang lebih banyak.***(rls/gp3)