DUMAI – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, telah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam Perppu ini, sanksi berat bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara. Serta tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Menyikapi hal itu Ketua Front Pembela Islam (FPI) Kota Dumai, Azwar Djas saat dihubungi GoRiau.com, Sabtu pagi (28/5/2016) mengatakan, bahwa tidak sepenuhnya menyetujui isi dari Perppu tersebut.
“Hukuman mati lebih baik, dari pada hukuman kebiri, bagi pelaku kejahatan seksual. Karena efeknya lebih terasa, dari hukuman kebiri,” tegas Azwar melalui sambungan selulernya.
Menurutnya, dalam hukum Islam pelaku kejahatan seksual layak dihukum Dera (100x pukul) dan Rajam. Dera termasuk perbuatan zinah yang dilakukan laki-laki dan perempuan yang belum menikah. Sementara Rajam, bagi pasangan yang sudah menikah, dengan cara hukuman dilempar batu hingga mati.
“Kalau memang dalam Perppu yang ditandatangani Presiden ada hukuman matinya, bisa langsung diterapkan dalam pelaksanaan hukum disini (Kota Dumai, red). Sehingga ada efek jera bagi pelaku kejahatan seksual,” tutup Azwar menjelaskan. ***