LINGGA – Setelah dilakukan mediasi oleh pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Lingga, Maryati akhirnya bisa bernafas lega, pasalnya ia akan menerima pesangon dari pihak manajemen Hotel Gapura Singkep yang telah mem-PHK ia beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui, kedua belah pihak sepakat dan pihak Hotel akan melakukan pembayaran pesangon dengan jumlah yang telah disepakati sesuai perjanjian bersama pada Senin (12/9) kemarin.
Pihak pertama yakni Hotel Gapura Singkep, Jalius selaku manager sekaligus penanggung jawab menyatakan, kesanggupannya untuk membayar pesangon dengan jumlah yang telah ditetapkan oleh pihak Disnaker sebesar Rp 35.257.000,- ( Tiga Puluh Lima Juta Dua Ratus Lima Puluh Tujuh Ribu Rupiah).
Dan pihak kedua, yakni Maryati adalah penerima pesangon yang telah menyetujui kesepakatan dan keputusan yang telah dilampirkan dalam berita acara penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara pihak pekerja dengan pihak Hotel Gapura Singkep.
“Maryati bersedia menerima jumlah pesangon tersebut, berdasarkan kesepakatan bersama akan dibayarkan pada hari ini (Selasa 13/9/2022, senilai Rp 35 Juta lebih,” kata pihak Disnaker Lingga.
Namun Ironisnya perjanjian pembayaran pesangon yang sudah disepakati bersama pada hari ini Gagal terlakasana. Pihak hotel meminta agar pembayaran pesangon Maryati ditunda selama dua hari, dan akan dibayarkan pada hari Kamis mendatang.
Sementara, informasi yang di terima awak media ini, alasan ditundanya pembayaran itu pihak management hotel Gapura belum memiliki ketersediaan dana pembayaran pesangon sebesar Rp 35 Juta tersebut.
Dilain pihak mengatakan, kesepakatan penundaan pembayaran pesangon seharusnya tidak terjadi degan alasan apapun, Ketua Federasi Serikat Pekerja Indonesia (F-SPSI) NIBA, sangat menyayangkan hal tersebut.
Kenapa, lanjutnya, karena sudah ada kesepakatan perjanjian bersama bahwa pihak manajemen Hotel Gapura sanggup melalukan pembayaran pesangon pada hari ini, dan itu sudah ditetapkan dalam surat perjanjian, yang memiliki ketetapan hukum yang mengikat.
“Sudah ditetapkan dan disepakati berita acaranya kemarin,bkenapa harus ditunda lagi. Ingat kemerdekaan ibu Maryati sudah dirampas,” bebernya.
“Pertama tidak di ikutsertakan dalam program BPJS ketenaga kerjaan. Kedua upah yang rendah, dibawah UMK Kabupaten Lingga. Ketiga tidak mendapatkan cuti tahunan 12 hari kerja,” lanjutnya.
“Hari libur mereka bekerja, bahkan sampai melebih jam kerja, ditambah lagi tentang skala upah, dimana pekerja satu tahun sama upahnya dengan pekerja yang sudah belasan tahun, jelas diskriminasi upah,” kata ketua F-SPSI.
Ia berharap kedepannya hal seperti ini jangan terjadi lagi, pihak terkait khusus Dinas Tenaga Kerja, segera lakukan pengawasan dan penindakan pada pengusaha yang melakukan pelanggaran tentang Undang-undang Ketenaga Kerjaan.
F-SPSI NIBA juga berharap kepada anggota DPRD Lingga jangan menutup mata, lihat rakyatmu apalagi dengan keadaan dan kondisi BBM yang semakin tinggi. Semua menjerit dan apa yang bisa dilakukan.** (Wak ijal)