LINGGA – Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Lingga, kesalkan lambannya pemerintah yang membidangi kelautan dan perikanan dalam menyelesaikan pembuatan Perda rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K), sebagai acuan setiap provinsi dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk pengelolaan sumber daya perikanan.
Ironisnya, meski belum ada penyelesaian dan memiliki perizinan yang resmi, PT Supreme Alam Resources (SAR) tetap berupaya ingin merambah hasil pertambangan diwilayah Kepulauan Posek.
“Saya sudah mempertanyakan langsung dengan DKP provinsi bidang pengawasan, yaitu bapak Laode terkait pengesahan Ranperda RZWP3K Kabupaten Lingga, lalu menurut pak Laode, insya Allah dalam tahun ini dan dalam waktu dekat ini di ketok palu Ranperdanya, saya juga menjelaskan tentang adanya penolakan dari nelayan Kecamatan Kepulauan Posek beberapa waktu lalu guna memastikan area pertambangan tidak termasuk zona fhisingraoun”. Ungkap pria yang akrab disapa Wandi itu.
Menurutnya lagi, Kabupaten Lingga terdapat 3 (tiga) fhisingraoun, yaitu laut Tanjung Nyang, laut Pekajang, laut Alang Tiga, dan dilaut Alang Tiga adalah titik fhisingraoun yang menjadi tempat sebanyak 5.118 (lima ribu seratus delapan belas) unit kapal nelayan tradisional yang terdata di Kabupaten Lingga.
“Dalam hal ini ketika Ranperda RZWP3K itu sudah di sahkan, kami tidak mau lagi kecolongan tentang letaknya sempadan dengan pertambangan tersebut, dan menurut hemat kami, selaku ketua HNSI Lingga dalam menjalankan pungsionalnya, lokasi penambangan PT. Supreme Alam Resources (SAR) saat ini, yang perizinannya diusulkan oleh perusahaan tersebut pada tahun 2016 lalu, terletak tepat di fhisingraoun yang dimaksud, bukan diwilayah pertambangan”. Jelasnya.
Lebih lanjut Wandi mengatakan, pihaknya akan segera menyurati DKP Provinsi Kepri serta Komisi II DPRD Lingga dalam rangka mempertanyakan letak titik koordinat sebenarnya yang berpotensi sebagai lokasi penambangan, serta mempertanyakan dasar pengeluaran SIUP/SITU oleh Dinas terkait.
“Jadi kami dari HNSI mengecam keras ketika Ranperda RZWP3K itu dimasukan wilayah tambang, dan kami besok pagi akan menyurati DKP Provinsi, DPRD Komisi II guna mempertanyakan titik koordinat terkait potensi tambang diwilayah Kabupaten Lingga, namun kami tidak akan menyurati perusahaan tambang tersebut, karena perusahaan itu memiliki atau diberikan SIUP”. Geram Wandi.
Orang nomor satu di Himpunan Nelayan itu juga menegaskan, pihaknya akan berupaya sekuat tenaga mempertahankan zona tangkapan nelayan tersebut, dan meminta pemerintah daerah serta penegak hukum lebih agresif dalam menyelesaikan permasalahan yang menyangkut hak hidup nelayan.
“Terkait beroperasinya penambangan saat ini, nanti pihak penegak hukum yang menyikapinya, dan dalam hal itu kami tetap mempertahankan zona tangkap nelayan kami. Pada kesempatan ini saya juga mengucapkan terimakasih kepada adik-adik aliansi mahasiswa Kabupaten Lingga serta Melayu Raya Kabupaten lingga, yang dengan sigap dan tanggap tentang keluhan nelayan di 4 (empat) Desa sekecamatan Kepulauan Posek, yang secara sukarela menyuarakan hak nelayan”. Tambahnya Wandi.
Dipenghujung ucapannya, Wandi mengingatkan kepada pemilik dan pengusaha kapal bertonase besar untuk menghormati dan menjaga kearifan lokal laut Kepulauan Posek, terutama kapal jaring dari luar daerah Lingga, seperti kapal jaring dari Karimun, Jambi, Bangka dan Kijang, agar dapat memberikan ruang yang luas kepada kapal-kapal yang GT-nya kecil.
“Diharapkan kapal nelayan masyarakat yang dengan GT 1, 2 dan 3 jangan sampai terganggu, dan bila hal itu terjadi kita angap sama saja dengan perusahaan tambang itu, jangan mereka anggap nelayan tidak ada. Dalam hal itu kami dari HNSI siap kapan saja untuk mendampingi nelayan bila perlu sampai ke ranah hukum, karena saya sudah melaporkan masalah ini ke DPD-RI, HNSI pusat dan DPP pusat, mereka siap turunkan bantuan hukum (LBH) ketika kita sudah mangajukan proses hukum, hal ini juga saya sudah sampaikan kepada DPD HNSI Provinsi Kepri, yaitu bapak Herman serta Sekjen DPP Anton Lionar”. Tutup Wandi. **(Ijal).