HATI BATU, TELINGA TEMPAYAN (MARI KITA BERHENTI MENJADI ORANG MELAYU)

GoPesisir.com, Rohil – 17 Tahun Rokan Hilir berdiri seharusnya mampu membawa negeri ini menuju kearah yang lebih baik. Setiap tahun APBD-nya cukup mumpuni. Tetapi Rokan Hilir kini terpuruk. Martabat dan harga dirinya banyak dipertanyakan, baik oleh masyarakat bawah maupun oleh para tokoh yang masih peduli.

Bagi tokoh masyarakat, ada adagium yang membuat kita terpana. “Rokan Hilir terpuruk karena para pemimpinnya berlomba-lomba memainkan peran buruk dalam politik dan dalam pemerintahan”.

GoPesisir.com mencoba mencari tahu mengapa adagium ini muncul, apakah karena marah atau karena sakit hati. Setelah membuka lembaran Sejarah, GoPesisir.com menemukan
Kitab karangan Bukhari al-Jauhari, “Taj al-Salatin (Mahkota Raja-raja, 1630 M)“. Sebagai sebuah karya sastra, kitab ini digolongkan ke dalam buku adab, yaitu buku yang membicarakan masalah etika, sosial-politik dan pemerin tahan, baik bersifat teoritis dan praktis. Oleh karena itu, ia dikenal Mahkota Raja-raja.

Bukhari al-Jauhari nama pengarangnya, yang bisa diartikan “Bukhari si pandai emas” atau “Bukhari dari Johor” dinisbat kepada salah satu daerah. Walau tidak dicantum tahun dan tempat penulisan, Roorda van Eijisinga, peneliti Belan da pada tahun 1827, berhasil merumuskan kode ‘rahasia’ yang digunakan oleh si pengarang.  Disimpulkan, kitab ini selesai ditulis tahun 1012 H (1603 M) di Aceh sebagai hadiah kepada Sultan Alauddin Ri`ayat Syah bergelar Sayyid al-Mukammil (1590-1604 M), kakek Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).

Pengaruh gemilang Tajus Salatin bertahan berabad-abad. Raffles misalnya, menyatakan dengan tegas bahwa pada pemerintahan zaman sultan, Singapura mengacu kepada asas-asas di dalam Tajus Salatin, sementara Abdullah Munsyi berusaha mengetahui watak Gubernur Inggris itu berdasarkan asas-asas ilmu firasat yang ditemukan dalam kitab ini. Pada abad ke-19, adaptasi-adaptasi masih dibaca di kraton Yogyakarta dan Surakarta dalam versi Jawa yang disebut Serat Tajus Salatin. Dua abad sebelumnya, usaha penerjemahan sudah dilakukan ke bahasa Belanda (Roorda van Eijisinga, 1827), bahasa Prancis (A. Marre, 1878), dikaji dan diterjemah dalam bahasa Inggris (E Winstedt, 1920).

Dalam Taj al-Salatin, pemimpin didefinisikan sebagai orang yang diberi kelebihan untuk mengurus kepentingan orang banyak tak lagi nampak dalam kehidupan nyata. Arti raja atau penguasa yang dimaknai oleh orang Melayu lewat pepatah lama:

Yang didahulukan selangkah
Yang ditinggikan seranting
Yang dilebihkan serambut
Yang dimuliakan sekuku

Kini pudar ditelan arus kehidupan materialisme, hedonisme, nepotisme dan pragmatisme. Padahal dalam khazanah politik Melayu, inilah esensi seorang pemimpin. Bahwa seorang raja haruslah sosok manusia yang dapat dijangkau oleh rakyat biasa, harus berada di tengah-tengah rakyatnya, mengerti kondisi warganya, dan tahu apa yang diinginkan oleh mereka. Penguasa (Raja)/elit bukanlah dewa yang tak tersentuh oleh manusia, melainkan sosok yang hanya diberi beberapa kelebihan seperti di atas.

Penguasa bukanlah orang yang selalu menepuk dada dengan menyembur gelar dan kedudukan, lalu bermuka masam terhadap rakyat yang lelah membungkuk dan mengharap.

Rakyat dalam khazanah Melayu adalah rakyat yang egaliter. “Raja adil, raja disembah, Raja dhalim raja disanggah“.

Baca juga : BERHELAT/KENDURI/PESTA DAN E-LELANG KITA”

Karenanya seorang pemimpin/elit haruslah ikhlas. Sebab kalau pemimpin tidak ikhlas, banyaklah niat yang kan terkandas”.

Disamping seorang yang ikhlas, Pemimpin/elit adalah orang yang banyak taatnya

Taat dan takwa kepada Allah
Taat kepada janji dan sumpah
Taat memegang petua amanah
Taat memegang suruh dan teguh
Taat kepada putusan musyawarah
Taat memelihara tuah dan meruah
Taat membela negeri dan rakyatnya

Ketaatan bukan hanya kewajiban yang dimiliki oleh rakyat terhadap pemimpin, tetapi juga dimiliki oleh seorang pemimpin itu sendiri.

Etika kepemimpinan Melayu menekankan pentingnya hubungan timbal balik yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin. Rakyat wajib menaati pemimpin, begitu pula sebalik nya.

Raja harus menaati suara rakyat. Ia tak boleh mengabaikan aspirasi warganya, terlebih apabila suara itu adalah keputusan musya warah. Ia harus taat pada kewajibannya untuk membela negara dan rakyatnya. Selain itu, yang paling penting juga adalah bahwa ia harus taat pada Allah, karena bagaimanapun Ia adalah perwakilan Allah di muka bumi.

Pemimpin adalah orang yang mulia duduknya:
Duduk mufakat menjunjung adat
Duduk bersama berlapang dada
Duduk berkawan tak tenggang rasa

Kebohongan bagi masyarakat Melayu adalah sebuah aib. Sementara pembohongan publik menjadi mainan tahunan ketika APBD disyahkan. Hanya karena ingin keren, gagah dan hebat, elit politik tega membohongi rakyat yang telah memilih mereka (konstituen) dengan menggelembungkan angka APBD demikian besar. Sungguh sangat tidak bijak.

APBD yang besar” pada satu sisi cukup melambung nama Rokan Hilir di tanah air, disisi lain telah meninabobokan seluruh komponen anak negeri, membuat elit hampir kehilangan kesadaran untuk mengorek PAD. Semua mengetahui hampir 90 persen APBD kita berasal dari DBH Minyak. Ketika harga minyak anjlok semua mati suri – kehilangan kreaktivitas untuk membuat langkah dan terobosan baru.

Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah di lingkungan Provinsi Riau dari 2015 sampai 2016 yang menempatkan Rokan Hilir pada posisi ke-11 adalah indikator bagaimana lemahnya kinerja kita.

Peninabobokan ini telah berlangsung lama – 17 tahun. Citra APBD besar melambangkan Rokan Hilir sebagai salah satu Kabupaten kaya di Indonesia, berakibat terpolanya konsep berfikir elit dan rakyat untuk sekedar menghabiskan apa yang ada didepan mata. Elit pemerintahan terpola pada kehidupan yang konsumtif bahkan cenderung berlebihan. Rakyat terpola pada sikap hidup apatis dan cenderung pragmatis.

Etika politik Melayu menyebutkan dalam memerintah diperlukan Kebijakan dan Kebijakan adalah sifat yang mutlak harus dimiliki oleh setiap pemimpin tampak telah lapuk digerus arus individualisme. Tradisi Melayu yang selalu memposisikan sifat bijak sebagai salah satu sifat utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin lebur ditengah tercemarnya lingkungan hidup di negeri ini, baik oleh limbah PKS (Pabrik Kelapa Sawit) maupun limbah lainnya.

Kebijaksanaan sangat erat kaitannya dengan ketepatan dalam mengambil keputusan. Tanpa kebijakan, pemimpin akan mudah sekali terjerumus dalam tindakan dan keputusan yang sewenang-wenang. Oleh karena itu seorang pemimpin harus cerdik.

Sebagai pemimpin banyak cerdiknya:
Cerdik mengurung dengan lidah
Cerdik mengikat dengan adat
Cerdik menyimak dengan syarak
Cerdik berunding sama sebanding
Cerdik mufakat sama setingkat
Cerdik mengalah tidak kalah
Cerdik berlapang dalam sempit
Cerdik berlayar dalam perahu bocor
Cerdik duduk tidak suntuk
Cerdik tegak tidak bersundak

Ketidakcerdikan” melihat masalah membuat banyak kebijakan akhirnya menjadi tidak bijak. Isyu Tenaga Honorer yang ingin dirumahkan membuat antipati masyarakat bawah. Isyu jumlah Tenaga Honorer yang besar hilang ditelan isyu transfer dana yang ditarik kembali. Lalu muncul isyu honorarium yang telah dibayarkan akan ditarik kembali. Padahal masyarakat menunggu Kebijakan Yang Pasti dan Membumi.

Akibat “ketidakcerdikan” melihat potensi alam dan potensi SDM, kita melupakan tiga sektor andalan utama Kabupaten ini yang harus dikembang dan dikucurkan dana secara optimal : Pertanian, Perkebunan dan Perikanan. Sebab ketika ketiga sektor ini berkembang baik industri kecil akan tumbuh dengan sendirinya. Sebab industri besar (Chevron dan PKS) selama 17 tahun terbukti tidak berempati kepada kita.

Definisi politik sebagai pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan tak lagi mendapat tempat dihati para elit. Elite pun tak lagi berusaha sungguh-sungguh memperjuang kan hak-hak rakyat, apa lagi memperjuangkan kesejahteraan kehidupan rakyat secara hakiki. Masyarakat akhirnya hidup dalam utopi.

Menurut Ignas Kleden, masyarakat umum/bawah telah dibiasakan hidup dengan utopia. Dengan utopia itulah, mereka mengarungi masa depan yang tidak pasti. Utopia tersebut merupakan akibat dari ulah elit yang tidak mengindahkan etika. Rakyat selalu dibayangi mimpi-mimpi semu tentang kesejahteraan yang sebenarnya hanyalah ilusi yang diciptakan. Otonomi hanya menjadi mimpi penyedap tidur. Enak untuk elit, tapi menyakitkan bagi rakyat.

Ahli Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan, TEMPO.CO, 8 Oktober 2016 mengatakan 80 persen daerah otonomi baru masih membebani pemerintah pusat. Hanya 20 persen yang berhasil.

Djohermansyah Djohan, menuturkan, beberapa parameter keberhasilan dilihat dari beberapa faktor seperti pelayanan publik yang tidak bertambah dan kesejahteraan rakyat yang tidak meningkat jika dibandingkan dengan saat bergabung dengan daerah induknya.

Djohermansyah juga menilai banyak daerah otonomi baru yang tidak menggunakan anggaran secara optimal. “Sebanyak 90 persen dari dana transfer digunakan untuk belanja pegawai, antara lain gaji, perjalanan dinas, rapat, dan lainnya.

Sisanya, 10 persen dana transfer digunakan untuk belanja modal sehingga menimbulkan ruang fiskal yang begitu sempit.

Djohermansyah memastikan, pemerintah bakal ketat dalam seleksi daerah yang mengajukan pemekaran. “Hanya kalau ada kemampuan dan potensi yang dimekarkan. Bukan hanya semangat tapi tanpa kompetensi menjadi daerah otonom,” katanya.

Itu baru menyangkut porsi APBD, belum lagi jika membahas tertib aturan dan administrasi dalam pengelolaan Keuangan.

17 tahun lamanya Rokan Hilir hadir di bumi pertiwi, WTP hanyalah mimpi indah setiap tahun. Opini WDP yang diberikan oleh BPK untuk tahun 2013 diberikan untuk dampak sebagai berikut, (1) saldo Piutang Pajak serta Piutang Retribusi tidak didukung dengan dokumen data wajib pajak dan wajib retribusi;
(2) saldo Persediaan. Terdapat 44 SKPD yang tidak melakukan penatausahaan pengelolaan Persediaan, tidak melaporkan nilai Persediaan, dan tidak melakukan stock opname;
(3) saldo Investasi Jangka Panjang, berupa penyertaan modal pada lima badan usaha. Penyertaan modal tersebut belum ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
(4) saldo Aset Tetap. Terdapat aset tetap, termasuk KDP yang tidak diyakini kewajarannya. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir belum dapat menjelaskan secara keseluruhan mengenai rincian, jumlah, keberadaan, kondisi aset tetap dan nilai rincian aset tetap yang dilaporkan.

Selain hal-hal tersebut diatas, pada Buku II BPK RI menemukan permasalahan terkait kelemahan Sistem Pengendalian Intern, diantaranya adalah :
(1) persiapan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir menuju Penerapan Laporan Keuangan Berbasis Akrual Belum Memadai;
(2) Penatausahaan Persediaan Belum Tertib serta Nilai Piutang Pajak dan Retribusi Tidak Dapat Diyakini Kewajarannya;
(3) Pembayaran Belanja Tambahan Penghasilan Berdasarkan Beban Kerja untuk Pejabat Struktural Tidak Sesuai Ketentuan.

Permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain:
(1) terdapat Aset Tetap Kendaraan dan Rumah Jabatan Milik Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang Dikuasai oleh Pihak yang Tidak Berhak;
(2) Penyaluran Dana Bantuan Sosial Tidak Sesuai Kriteria serta Dana Hibah dan Bantuan Sosial Belum Dipertanggung jawabkan;
(3) Pengadaan Jasa Konsultasi Tenaga Ahli Bagian Keuangan Setda Tidak Sesuai Ketentuan dan Terdapat Kelebihan Pembayaran Honorarium Tenaga Ahli;
(4) Kekurangan Volume pada Enam Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan pada Dinas Bina Marga dan Pengairan.

Sementara Penyerahan LHP 2015 atas Laporan Keuangan Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kampar dan Kota Dumai, 14 Juni 2016, Rokan Hilir juga masih berada diposisi yang sama seperti 17 tahun yang lalu:

1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPD Tahun 2015 diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kabupaten Pelalawan.

Opini ini diberikan atas dasar kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan telah cukup dan bebas dari salah saji yang material.

2. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPD Tahun 2015 diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu, Kabu paten Rokan Hilir, Kabupaten Kampar dan Kota Dumai.

Opini ini diberikan atas dasar kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan kecuali untuk item tertentu yang menjadi pengecualian. Item-item yang dikecualikan dalam pemberian opini ini, yaitu:

1. Nilai investasi permanen penyertaan modal dan nilai aset lain-lain dikecualikan untuk opini yang diberikan atas LKPD Tahun 2015 Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu.
2. Nilai aset tetap dan nilai akumulasi penyusutan aset tetap dikecualikan untuk opini yang diberikan atas LKPD Tahun 2015 Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir.
3. Nilai selisih lebih aset tetap dikecualikan untuk opini yang diberikan atas LKPD Tahun 2015 Pemerintah Kabupaten Kampar.
4. Pendapatan restribusi daerah dikecualikan untuk opini yang diberikan atas LKPD Tahun 2015 Pemerintah Kota Dumai.

Selain Opini atas Laporan Keuangan, BPK juga mengungkapkan adanya permasalahan- permasalahan terkait sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kitab Taj al-Salatin sebagai Kitab Etika Politik juga digunakan oleh beberapa penguasa di pulau Jawa pada abad 17-18. Bukhari menggariskan ada 10 sifat raja atau pemerintah atau elit yang baik  :

1.Tahu membedakan baik dengan yang buruk.
2. Berilmu.
3. Mampu memilih menteri dan pembantunya dengan benar.
4. Baik rupa dan budi pekertinya supaya dikasihi dan dihormati rakyatnya.
5. Pemurah.
6. Mengenang jasa orang atau tahu balas budi.
7. Berani; jika berani maka pengikutnya juga akan berani.
8. Cukup dalam makan tidur supaya tidak lalai.
9. Mengurangi atau tidak berfoya-foya atau tidak “bermain” dengan perempuan.
10.  Laki-laki.

Pembedahan APBD 2017, jika kita lakukan secara serius sesuai dengan anggaran yang telah dialokasikan semakin membuat kita miris jika bicara tentang kesejahteraan rakyat secara umum.

Bumi Melayu memiliki tradisi dan adat istiadat luhur yang mengatur bagaimana seharusnya sistem politik berjalan. Sebagai wilayah kultural yang memiliki sejarah masa lalu yang gemilang, bumi Melayu mempunyai khazanah politik yang sangat baik. Sejarah membuktikan bumi Melayu pernah melahirkan beberapa kerajaan besar, membuat Melayu menjadi bangsa yang ulung dalam pemerintahan. Sistem pengetahuan, sistem pemerintahan, dan adat-istiadat terekam jelas dalam teks-teks dan berbagai khazanah tradisi Melayu klasik.

Oleh karena itu, ketika Rokan Hilir terpuruk akibat terpaan puting beliung defisit sangatlah tepat apabila para pemimpinnya kembali pada khazanah Melayu yang membentuk karakter orang Melayu. “Jika tidak, marilah kita bersama-sama memproklamirkan diri mengudurkan diri menjadi orang Melayu. Karena hati kita telah  menjadi batu dan telinga kita telah menjadi telinga tempayan”.***(Tim-Gopes)