GoPesisir.com – Rohil – Ingat tagline Partai Golkar (Golongan Karya) yang di dengung-dengungkan selama ini di tengah masyarakat : “Suara Rakyat adalah Suara Golkar”. Tagline yang sangat indah. Tapi ketika Kabupaten ini (Rohil,red) mengalami defisit, Golkar sepertinya ikut mati suri. Tak ada statement. Tak ada gerak. Tak ada komentar. Sunyi dan Sepi.
Ketika ASN dan Honorer gelisah menanti Hak yang harus diterima, Golkar juga bisu tanpa suara. Ketika Honorer menunggu taqdir, apakah di rumahkan atau tetap didayagunakan, Golkar tak nampak bergerak – mendatangi mereka sekedar untuk dialog, mendengar harapan dan keinginan yang tak terucapkan. Tak ada inisiatif menjemput bola.
Mengapa harus Golkar ?
Sebagai partai besar di tingkat Kabupaten ini, dengan suara 11 kursi, rakyat sebenarnya berharap Golkar bersuara – mengeluarkan statement cerdas berkaitan dengan kondisi Kabupaten yang berada pada posisi terendah. Rakyat sungguh berharap, sebagai Partai dengan segudang pengalaman, Golkar tampil di depan menawarkan kerangka opsi, solusi untuk anak negeri yang terus menanti tanpa pasti.
11 kursi di Legislatif bukanlah angka kecil jika para anggota dan Ketua bersatu dalam sebuah konsep yang padu untuk rakyat – jika para pemimpinnya punya perspektif menyuarakan suara rakyat yang gundah, rakyat yang tak tahu lagi apa yang harus dibuat ketika pertumbuhan ekonominya hanya bergerak 1 persen.
Disamping 11 kursi di Legislatif di Kabupaten, Golkar sesungguhnya punya banyak organisasi yang siap mendukung : Organisasi Pendiri (KOSGORO, MKGR, SOKSI), Organisasi Sayap (KPPG, AMPG, IIPG) dan Organisasi Pendukung (HWK, SATKAR ULAMA, MDI, AMPI, AL-HIDAYAH).
Dari perspektif kepemimpinan politik ditingkat Kabupaten, Golkar memiliki segalanya untuk menjadi sebuah kekuatan pendobrak – merubah status quo menjadi sesuatu yang punya harapan bagi rakyat – bukannya malah larut di dalamnya sekedar ikut dalam cemilan-cemilan kecil yang dalam realitasnya tak membuat rakyat mampu “bernafas lega dan bergerak leluasa”
Golkar seharusnya mampu menjadi katalisator pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud dalam proses pembuatan keputusan – untuk kepentingan umum dan kebijaksanaan di bawah kekuasaan yang ada di Kabupaten ini.
Sangat disayangkan, ketika Plt Ketua Golkar Kabupaten yang juga Ketua DPRD Kabupaten tidak mampu mendayagunakan perspektif kepemimpinannya untuk membuat berbagai kebijakan yang pro rakyat, merumuskan APBD yang pro rakyat dan berbagai langkah lainnya untuk menjadikan Kabupaten ini sebagai Kabupaten yang dilihat dan dipandang orang, bukan Kabupaten dengan urutan dibelakang.
Makna ideal politik akan terkikis, jika politik dipahami hanya sekedar urusan merebut dan mempertahankan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Politik merupakan usaha untuk mengelola dan menata sistem pemerintahan untuk mewujudkan kepentingan atau cita-cita dari suatu masyarakat. Ketika politik tidak lagi dirancang untuk melahirkan kebaikan bersama, tetapi menjadi batu loncatan untuk mencapai kepentingan pribadi atau kelompok, makna politik menjadi distorsi.
Politik merupakan aspek kehidupan manusia yang mempunyai nilai fundamental dan selalu menarik untuk didiskusikan. Politik merupakan ruang publik dimana kepentingan dan aspirasi rakyat berkuasa.
Perbedaan pendapat dan kepentingan dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk diperjuangkan. Mengakui adanya keanekaragaman tercermin dalam keanekaragaman pendapat dan kepentingan, memungkinkan timbulnya fleksibilitas dan tersedianya berbagai alternatif dalam tindakan politik. Tinggi rendahnya partisipasi politik rakyat dipengaruhi oleh sikap politik dan ditentukan juga oleh mobilisasi politik seperti partai politik.
Bersuaralah… Bersuaralah… wahai kader-kader Golkar yang ada di Legislatif dan di luar Legislatif, jika tagline itu masih ada : “Suara Rakyat adalah Suara Golkar”.
Rakyat semakin cerdas dan selektif. Jika tidak, Golkar akan menjadi kenangan yang terlupakan dimasa depan.***(ram)