PEKANBARU – Kiprah Yonesri dan H Jufri Zubir selama 36 tahun di Partai Golkar ternyata tidak dianggap. Keduanya secara bersamaan disingkirkan ketika hasil rekomendasi Golkar Pekanbaru terkait bakal calon Walikota Pekanbaru 2017-2022 diumumkan, Minggu (29/05). Rapat pleno yang digelar DPD Golkar Pekanbaru di Hotel Grand Central ini ternyata lebih memilih kader di luar partai untuk direkomendasikan.
Saat dihubungi, Yonesri mengaku pengabdiannya selama puluhan tahun di Partai Golkar tak dihargai. Dirinya tidak diberikan kesempatan bahkan ditahap awal saja sudah tercampak dengan tidak masuk kedalam nama-nama yang akan diajukan ke DPD Golkar Riau.
“Saya kecewa kenapa banyak kader Golkar yang telah mengabdi puluhan tahun tidak dimasukan dalam bursa penjaringan Balon yang dilakukan Partai Golkar,” ungkap Yonesri yang sempat menjabat Ketua DPD Golkar Pekanbaru dan pengurus DPD Golkar Riau. Dirinya menilai ada pihak-pihak yang sengaja ingin melupakan sejarah atas kiprah dirinya dan juga H Jufri Zubir selama ini di Golkar Pekanbaru maupun Riau.
“Saya menjadi kader partai Golkar itu sejak tahun 1980, selama itu segala pemikiran dan tenaga saya saya curahkan untuk membangun dan membesarkan partai,” ungkapnya dengan mimik kecewa berat. Selain itu Yonesri juga menyesalkan ikut tersingkirnya Jufri Zubir dalam hasil rekomendasi tersebut.
“Jufri itu bukan lagi orang baru di Golkar. Dia ikut berkeringat membesarkan Golkar di Riau. Puluhan tahun malah. Tapi apa penghargaan yang diberikan Golkar kepada Jufri Zubir, tidak ada khan. Malah sengaja disingkirkan sejak awal,” katanya lagi.
Bisa Kualat
Sementara Ketua DPD KNPI Bukit Raya, Bherry Tinanto menilai, sikap keterlaluan DPD Golkar Pekanbaru termasuk juga tim penjaringannya tidak bisa dibenarkan.
“Kami di organisasi selama ini diajarkan untuk selalu hormat dengan senior. Senior didahulukan selangkah di depan. Itu pembelajaran yang kami terima turun temurun dari berbagai generasi selama puluhan tahun. Tapi hari ini kami dipaksa menyaksikan penzaliman pengurus DPD Golkar Pekanbaru dan Riau terhadap senior mereka. Segera saya sudah pesankan sama adik-adik di KNPI untuk tidak mencontoh hal keliru tersebut,” katanya, Senin (31/05) lalu.
Bherry sendiri menilai ada ketakutan secara terstruktur terhadap dua tokoh senior Golkar di Riau tersebut. “Ini sebuah ketakutan tak beralasan terhadap nama besar Yonesri dan H Jufri Zubir. Bisa jadi mereka oknum-oknum tersebut takut kehilangan panggung atau sengaja ingin mengikis habis sejarah dua tokoh tersebut di Golkar Riau,” katanya lagi. Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unri ini merasa sangat heran atas keputusan yang dinilainya kurang tepat ini.
“Apa Golkar di Pekanbaru dan Riau tidak bangga nantinya Walikota Pekanbaru mendatang berasal dari Golkar. Pastinya Golkar akan mendapatkan rezeki yang tidak ada batasnya. Atau Golkar di Pekanbaru dan Riau sudah cukup puas seandainya partai lain yang memimpin Pekanbaru. Kalau seperti itu pertimbangannya yah tidak bisa juga keputusan hasil pleno tersebut dianggap keliru. Tapi yang pasti pemikiran tersebut tidak sejalan dengan visi Ketua DPP Golkar Setya Novanto tentang Golkar ke depan,” tambahnya lagi.
Karena info yang saya terima kata Bherry lagi, Setya Novanto bahkan menjanjikan dana kampanye kalau seandainya ada kader murni Golkar yang maju pilkada dan memiliki peluang bagus tapi terkendala dana. “Sangat bertolak belakang dengan kebijakan Setya Novanto. Di Pekanbaru ada kader yang berpeluang besar dan secara finansial sangat mampu, tapi malah ditunjangi dari belakang agar tersungkur dan tidak bangkit lagi,” tegasnya. Bherry berharap Yonesri dan H Jufri Zubir tidak putus asa.
“Saya yakin sekali kedua tokoh Golkar tersebut tipikal petarung. Mereka akan bangkit dan bisa jadi malah menambah semangat bertarung mereka. Biasanya tokoh yang dizalimi akan keluar sebagai pemenang. Sudah banyak contoh di negeri ini,” katanya lagi.***