Resmikan Masjid Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah, Syamsuar Mantapkan Langkah Syiar Agama

SIAK SRI INDRAPURA – Bukan hanya berprestasi soal urusan tugas negara saja, tetapi Bupati Siak, Syamsuar dan Wakil Bupati Siak, Alfedri juga gencar melakukan syiar agama melalui beberapa program kerjanya. Salah-satunya ialah membangun masjid disetiap kecamatan yang ada di Siak. Selepas peresmian Masjid Abdul Djalil Rachmad Syah di Kecamatan Lubuk Dalam, Syamsuar kembali meresmikan Masjid Abdul Jalil Jalaluddin Syah di Kampung Benteng Hilir, Mempura, Jumat (19/2/2016).

Hampir semua lini yang dikerjakan oleh Syamsuar dan Alfedri tersebut selalu mendapat reward. Tak kurang dari 140 penghargaan didapat dalam kurun waktu empat tahun belakangan. Ada yang dari pemerintah provinsi dan banyak pula dari pemerintah pusat.

Untuk melakukan syiar agama islam, berkaca pada apa yang pernah terjadi pada masa para Sultan memimpin Siak. Dimana, masa itu aqidah menjadi rambu keseharian dan masa suluh mengantar tetua dan yang muda menjejali langgar. Serta, masa prosedur dan ketetapan (protap) akad pernikahan menjadi ritual yang sakral dan pada masa ghatib beghanyut, khatam Quran, berzanji menjadi kebutuhan rutin.

“Dulu orang tua sangat malu apabila anaknya tidak khatam Quran saat akan menikah. Ini semua menjadi beban moral kami dimasa sekarang,” kata Syamsuar mulai buka-bukaan saat meresmikan Masjid Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah.

Masjid Sultan Ismail berkapasitas 800 orang itu adalah masjid besar kedua yang diresmikan oleh Syamsuar sepekan belakangan. Masjid Sultan Ismail yang berornamen benteng itu seluas 1015 meter persegi. Berdiri di atas lahan hasil wakaf masyarakat setempat, seluas 5.200 meter persegi.

Empat qubah bertengger di bagian atas. Di sisi depan, kanan, kiri dan tengah. Qubah terakhir menjadi qubah yang paling besar. Berdiameter sekitar 8 meter. Bangunan tempat wudhu di sisi kiri masjid menjadi pelengkap.

Sehari sebelumnya Syamsuar meresmikan masjid Abdul Djalil Rachmad Syah di Kecamatan Lubuk Dalam. Sama seperti di masjid Sultan Ismail itu, Syamsuar juga menumpahkan unek-uneknya soal keadaan melayu islam sekarang.

Keadaan yang tak hanya terjadi di Siak, tapi juga di zajirah melayu yang ada di Riau. Banyak orang risau lantaran sudah kehilangan melayu islam di daerahnya. “Makanya sekarang, satu-satunya yang diharapkan adalah Siak. Siak bisa menjadi daerah melayu islam. Harapan ini jugalah yang membikin kami keukeuh melakukan banyak hal demi tegaknya syariah,” ujar Syamsuar.  Â

Bahwa pembangunan masjid di semua kecamatan dan bahkan di kampung kata lelaki 61 tahun ini adalah bagian dari pengembalian kegemilangan melayu islam di masa lalu. Sebab di masjid, banyak ilmu yang bisa dikorek. Banyak obat mujarab yang bisa didapat.

“Sejak lama masjid sudah menyodorkan manajemen keuangan yang transparan. Tiap minggu, bahkan tiap hari selalu ada laporan keuangan,” katanya.

Masjid juga menjadi tempat yang ampuh untuk menghadirkan ketenangan jiwa, mempererat silaturrahim. “Kalau jiwa sudah tenang dan silaturrahim berjalan, ini sudah jadi modal besar bagi kita untuk membangun negeri ini,” Syamsuar meyakinkan.

Sekilas jejak Syeh di Siak

Makam Syeh Abdurrahman di kampung Rempak Siak Sri Indrapura yang belum lama ini diziarahi oleh Dahlan Iskan, mantan menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Â

Di Mempura, ada pula jalan Indragiri yang sejak lama tak boleh diganti. Sebab jalan itu punya cerita tersendiri pada perjalanan Siak dimasa lalu. Bahwa dulu ada syeh dari Indragiri yang datang ke Siak layaknya Syeh Abdurrahman dari tanah jawa. Syeh Abdurahman dan syeh dari Indragiri ini menjadi bagian dari banyaknya orang-orang saleh di Siak.

Syamsuar kemudian menceritakan seperti apa Syeh Burhanuddin yang selalu membawa payung saat akan sholat ke masjid Syahabuddin yang ada di seberang Istana. “Tuan Syeh selalu bawa payung. Tapi bukan untuk jaga-jaga kalau kemudian turun hujan. Tapi untuk penutup saat dia berpapasan dengan perempuan. Dia tak ingin melihat perempuan itu,” katanya.

Pada suatu ketika, kala Tuan Syeh tak sholat ke masjid Syahabuddin, orang tergopoh-gopoh datang ke rumah tuan Syeh. Orang ini melapor kalau anak tuan syeh menyebur ke sungai. “Tuan syeh tidak langsung panik. Malah dia bilang, ‘Iyalah. Saya sholat dulu’. Sehabis sholat, tuan syeh baru datang ke sungai dan menolong anaknya yang ternyata sehat walafiat,” Syamsuar cerita.

Soal tuan syeh yang dari Indragiri, sangking salehnya, tubuh syeh ini tak basah saat diguyur hujan. “Saya menceritakan ini sebagai gambaran saja betapa indahnya kehidupan beragama di masa silam. Nah sekarang, sayang kalau masa lalu yang indah itu berubah jelek,” kata Syamsuar.

Demi masa lalu yang indah itulah kemudian Syamsuar mengajak semua masyarakat untuk menjadi lebih baik. “Caranya ya berpeganglah pada Quran, hidupkan Tahfis dan majelis taklim. Sungguh, saya sangat berharap dalam hidup, ada peningkatan ibadah. Pedulilah pada quran dan negeri. Biar jadi barokah,” katanya. Â

Khusus soal majelis taklim kata Syamsuar, bapak-bapak dan ibu-ibu tidak hanya menjadi bagian dari syiar islam itu. Tapi juga akan menjadi corong pemerintah untuk menyampaikan kabar terbaru. “Peliharalah masjid, biar kita termasuk orang yang ikut membangun masjid di surga jannatunnaim,” pintanya.

Syamsuar juga minta supaya tradisi islami masa silam dihidupkan kembali. Mulai dari ghatib beghanyut, ritual sakral akad nikah, khatam quran dan sederet tradisi lain. “Yuk kita jadikan ini menjadi sebuah gerakan bersama. Sebab tanpa andil masyarakat, semua ini tak akan bisa jalan. Sebagai orang tua, marilah kita menjadi pelopor kebaikan di rumah tangga masing-masing,” pintanya.

Kepada sekolah-sekolah yang ada di Siak, Syamsuar juga berharap supaya mengarahkan anak-anak untuk senang dengan sejarah keislaman masa silam. Soal agama, sekolah negeri jangan malu belajar ke ibtidaiyah. Sebab di ibtidaiyah tak ada yang berubah.

Lantas, walau Siak sudah digesah menjadi destinasi wisata kata Syamsuar, pembangunan masyarakat agamis tetap yang paling utama. “Sebab soal wisata pun, kami membikin sesuai agama. Jadi jangan heran kalau karaoke keluarga tak boleh ada di Siak. Termasuk organisasi-organisasi yang justru lebih banyak mudoratnya. Saya berharap masyarakat Siak tidak gampang tergiur untuk masuk organisasi. Tidak gampang tergiur dengan baju seragam dan iming-iming lain,” pintanya.

Apa-apa yang dikatakan Syamsuar tadi, sebenarnya juga dia sampaikan kepada puluhan ustadz yang sengaja dia undang pengajian di kediaman bupati Siak di kawasan jalan Raja Kecik. Tiap malam jumat pekan terakhir kata Syamsuar, pengajian dan diskusi bakal rutin dilakukan. Syamsuar akan giliran mengundang ustadz-ustadz dari semua kecamatan.

Satu hal yang penting lagi kata Syamsuar, sejak lama Siak sudah dihuni oleh masyarakat yang heterogen. Gerakan mengembalikan kejayaan melayu islam di masa silam tidak akan menjadi ganjalan bagi umat beragama lain. Sebab kata Syamsuar, di agama manapun tak akan pernah ada ajaran membangunan permusuhan.   ***

goriau.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *