RIAU – Terus berlatih dan belajar, satu-satunya strategi yang bisa ditempuh seseorang meningkatkan kualitas dalam pekerjaan dan profesi.
Dengan peningkatan kualitas sekaligus meningkatnya ‘nilai‘ seseorang di pasar. Itu artinya, penghasilan akan meningkat.
“Tentu saja, berlaku bagi penyandang profesi wartawan,” kata Direktur Lembaga Pendidikan Wartawan, Pekanbaru Journalist Center (PJC), Drs.Wahyudi El Panggabean, M.H., dalam Seminar Motivasi & Pelatihan Jurnalistik di Hotel Tjokro Pekanbaru (9/2).
Berbicara di hadapan para Insan Pers, Pemimpin Media dan Pemimpin Organisasi Pers, Wahyudi menyebut akan sangat ironis jika wartawan masih enggan belajar di era teknologi four point zero (4.0) ini.
Zaman teknologi supermodern ini, akan terus menggilas bagi sesiapa yang tidak meningkatkan pengetahuannya.
Seminar bertajuk: “Membangun Mental, Meraih Sukses dengan Strategi & Ilmu Jurnalistik“, itu diikuti peserta dari: Pekanbaru, Dumai, Pelalawan, Bengkalis, Rokan Hulu, Kampar, dan Rokan Hilir.
“Bagi yang memiliki skill, zaman ini menawarkan kemudahan finansial. Bagi wartawan yang mengandalkan formalitas, siaplah jadi pengemis,” katanya.
Saat ini, katanya malah pengelola media profesional kesulitan mencari wartawan tangguh yang benar-benar memiliki skill jurnalistik.
“Itu artinya, kesempatan terbuka lebar bagi mereka yang ingin menjadi wartawan profesional,” ungkapnya.
Adalah hal ironis kata Wahyudi saat kita melihat sebagian wartawan yang malas belajar dengan menyandarkan “hidup” pada belas-kasih narasumber.
“Wartawan yang malas belajar, siap-siaplah lah membebani publik. Jadi pengemis kepada narasumber & masyarakat,” tegasnya.
Menjawab pertanyaan peserta seminar, Uji Kompetensi Wartawan (UKW) kata Wahyudi, tidak selalu menjadi representasi skill jurnalis seorang wartawan yang telah mengikuti UKW tersebut.
Untuk itu, katanya berlatih dan terus belajar tekun dengan sendirinya akan mengantar seseorang menjadi wartawan berkompeten.
Namun, Wahyudi mengakui program UKW itu sangat penting bagi wartawan. Tetapi, lanjutnya, tidak perlu dijadikan sebagai label.
“Barangkali, tentang teknis pelaksanaan dan masalah pendanaan perlu disederhanakan. Jangan terlalu eksklusif. Agar semua wartawan bisa mengikutinya,” tuturnya.
Di berbagai daerah kata Wahyudi masalah UKW justru dijadikan semacam “kasta”. Sebagian mereka yang sudah mengikuti UKW, demikian Wahyudi merasa lebih profesional.
“Padahal, kenyataannya bisa sebaliknya. Sebagian wartawan yang sudah mengikuti UKW, malah skill jurnalisnya sangat sederhana,” ketusnya.
Untuk itu, lanjutnya sebelum mengikuti UKW sebaiknya tingkatkan dulu kemampuan ilmu jurnalis dengan mengikuti pelatihan dan belajar yang tekun.
“Situs Dewan Pers menyediakan semua petunjuk untuk peningkatan kompetensi yang akan diuji di UKW. Pelajari saja materi pelajarannya,” katanya.**(red).