PEKANBARU – Dugaan SPPD fiktif, sejauh ini Kepolisian Daerah (Polda) Riau, baru meminta keterangan terhadap 9 orang anggota DPRD Rokan Hilir (Rohil). Proses klarifikasi itu dilakukan dalam rangka penyelidikan kasus dugaan penyimpangan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD).
Dalam prosesnya, penyelidik tengah mencari peristiwa pidana pada perkara itu. Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, pihaknya terus melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) dalam perkara tersebut.
Berita Terkait : Dugaan Kegiatan Fiktif Di Sekwan Rohil, Kapolda Riau Masih Periksa Saksi-Saksi
“Sejauh ini sudah ada sembilan anggota Dewan (Rohil) yang dimintai keterangan,” ungkap Gidion, seperti dilansir Riaumandiri.co, Ahad (28/10/18) diruang kerjanya.
Pemeriksaan terhadap wakil rakyat ini semula dilakukan terhadap Afrizal alias Epi Sintong, Rusmanita dan Jerli Silalahi. Mereka diperiksa pada 9 Okrtober lalu. Selain itu, pihaknya kembali melakukan pemeriksaan anggota legislator Kabupaten Rohil lainnya.
“Awalnya kan tiga (anggota dewan,red). Kemudian kita minta keterangan enam orang lagi. Jadi totalnya sudah sembilan orang,” kata Gidion.
Meski ada penambahan 6 orang lagi, mantan Wadir Resnarkoba Polda Metro Jaya enggan membeberkan identitas mereka. Begitu pula dengan kronologis secara detail kasus dugaan SPPD fiktif di DPRD Rohil tersebut. “Ini masih dalam penyelidikan,” pungkas Gidion.
Baca Juga : Waduh.. Jual Nama Polda Riau, Akiong Akhirnya Urusan Sama Polisi
Selain anggota dewan, penyelidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait untuk klarifikasi dan dimintai keterangannya. Di antaranya, 43 Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni Pengguna Anggaran (PA) periode Januari-Juni 2017 berinisial SA, dan PA periode Juni-November 2017 berinisial FR.
Penanganan perkara itu diketahui berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohil yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau tahun 2017. Dalam LHP itu dinyatakan adanya dugaan penyimpangan SPPD yang digunakan anggota Dewan tanpa didukung Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
Sebelumnya, sejumlah anggota Dewan Rohil telah mengembalikan uang SPPD itu ke kas daerah. Bukti pengembalian itu selanjutnya diserahkan ke pihak BPK. “Ada sebagian (anggota dewan) mengembalikan. Kita terima kuitansinya dan diberikan ke pemeriksa BPK,” kata Inspektur Rohil M Nurhidayat belum lama ini.
Meski begitu, dia mengatakan tidak begitu ingat berapa total pengembalian tersebut. Kendati begitu, jumlah pengembalian itu tergantung banyaknya perjalanan dinas yang dilakukan anggota Dewan.
“Saya tidak mengingatnya. Masing-masing jumlah berbeda tergantung banyaknya perjalan dinas,” tandas Nurhidayat.
Dari infromasi yang dihimpun, pada Maret 2017 lalu, Setwan Rohil menerima uang persediaan (UP) sebesar Rp3 miliar. Dari jumlah itu yang bisa dipertanggungjawabkan sekitar Rp1,395 miliar, sedangkan sisanya Rp1,6 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Lalu, penggunaan uang pajak reses II oleh Sekretaris Dewan (Sekwan) Rohil atas nama Firdaus selaku pengguna anggaran sebesar Rp356.641.430. Namun dana itu telah disetorkan ke kas daerah. Kemudian pengguaan uang pajak reses III oleh Sekwan atas nama Syamsuri Ahmad sebesar Rp239.105.430 dengan modus tidak disetorkan.
Selanjutnya, terhadap anggaran dilakukan ganti uang (GU) sebanyak dua kali masing-masing sebesar Rp1.064.023.000 diperuntukan membayar hutang kepada Lisa atas perintah Syamsuri, dan Rp1.100.331.483 untuk pembayaran hutang kepada Syarifudin. Penggunaan GU tersebut belum ada pertanggung jawabannya.(rls)