GoPesisir.com – Tujuh Bulan sudah berlalu, mereka bekerja tanpa maisyah (Upah). Ada sarkasme : “Kalian semua harus disiplin. Harus bekerja tepat waktu. Kalian tidak boleh melakukan ini dan itu. Maisyah, ya biarlah. Rezqi kan ada dimana-dimana. Tapi kalau mereka terjebak melakukan aksi kriminal karena susu anak telah habis dan beras di rumah tinggal beberapa butir? ‘Pecat’. Mereka telah mempermalukan Institusi. Bentuk kedzaliman apalagi ini ya ‘Aziz “.
Ya Allah ya Rabb, Tuhan Yang Berkuasa Atas Segalanya. Hamba hanya ingin bertanya : “Dikelompok manakah Tenaga Honorer ini berada? Karena perjalan mereka cukup panjang, demikian juga Aturan Hukum yang berbicara tentang mereka. Berilah kami jalan terbaik agar keluar dari derita ini.
Ya Kabiir, adakah Pengertian Tenaga Honorer diluar dari pengertian ini?
Ya Hayyu ya Qoyyum. Indonesia adalah Negara hukum sehingga segala tindakan pemerintah harus berdasarkan dan diatur oleh hukum.
Ya Rahman, ya Rahim. Pada awalnya masalah kepegawaian, pemerintah berpedoman pada UU No. 43 Thn 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Thn 1974 tentang Pokok-Pokok Kepega waian yang kini telah diganti menjadi UU No. 5 Thn 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP No. 48 Thn 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Baca Juga : MENGHIDUPKAN KEMBALI GOTONG ROYONG, MUNGKINKAH?
Ya Salaam. Secara filosofis, keberadaan pengelolaan kepegawaian ini adalah untuk melayani masyarakat dan meningkatkan pembangunan Negara. Tetapi pemerintah dalam memenuhi pelayanan masyarakat secara menyeluruh sangatlah diakui keterbatasannya sehingga pemerintah memberikan kebijakan — kewenangan kepada pejabat yang berwenang untuk memperbantukan masyarakat yang memenuhi kualifikasi untuk diangkat menjadi Pegawai Tidak Tetap sesuai dengan UU No. 43 Thn 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Thn 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian .
Ya Rozaaq. Menurut Pasal 2 ayat (3) UU No. 43 Thn 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Thn 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian menjelaskan : “disamping Pegawai Negeri sebagai mana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Inilah yang menjadi dasar untuk diangkatnya tenaga honorer yang di pekerjakan di instansi pemerintah.”
Pegawai tidak tetap menurut Penjelasan Atas UU No. 43 Thn 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Thn 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian adalah : “Pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksana kan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis professional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi.”
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 48 Thn 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, menyatakan : “Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerin tahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.”
Baca juga : Luput Dari Perhatian Pemerintah, Kondisi Sungai Pabrik Kian Memperihatinkan
Ya Sami’, ya Bashir. Penggunaan istilah antara UU No. 43 Thn 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Thn 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dengan PP No. 48 Thn 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil secara tersurat berbeda, tetapi secara tersirat terdapat persamaan antara tenaga honorer dengan pegawai tidak tetap yaitu : “sama-sama bukan berstatus sebagai pegawai negeri/ pegawai tetap dan sama-sama mendapatkan honor atas pengabdian kepada Negara atas tenaga yang telah diberikan tanpa mendapat kan tunjangan lainnya seperti yang didapat oleh seorang PNS.”
Ya Ghafuur. Sejak munculnya PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil istilah tenaga honorer menjadi paradigma baru dilingkungan instansi pemerintahan dan keberadaannya cukup diistimewakan.
Meskipun pekerjaan yang dilakukan hampir sama dengan PNS, perbedaannya adalah “seorang tenaga honorer tidak ada yang menempati jabatan struktural penting dalam instansi pemerintahan karena sifatnya hanya diperbantukan dan ditugaskan langsung melalui Surat Keputusan Menteri ataupun Bupati/Walikota”.
Selain tenaga honorer yang tenaganya dibutuhkan oleh instansi pemerintah, istilah tenaga honorer yang ada saat ini juga identik dengan tenaga yang berasal dari :
1. Tenaga guru disebut GBS (Guru Bantu Sementara) di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Agama melalui SK dan ketetapan, dengan gaji langsung dari Menteri terkait melalui dana APBN.
2. Tenaga Teknis dan Fungsional di lingkungan Departemen Kesehatan disebut PTT (Pegawai Tidak Tetap) seperti Tenaga Dokter, Perawat
dan Tenaga Teknis Kesehatan melalui SK Menteri ataupun SK Bupati/ Walikota dengan gaji didanai oleh APBN/APBD.
3. Tenaga Fungsional di lingkungan Depar temen Pertanian disebut PTT (Pegawai Tidak Tetap) seperti Penyuluh Pertanian dengan dasar tugas langsung melalui SK Menteri dengan gaji didanai oleh APBN.
Ya Kabiir. Jika melihat Penjelasan Umum Atas PP No. 56 Thn 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 48 Thn 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, jenis tenaga honorer ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu tenaga honorer katagori K1 dan tenaga honorer katagori K2.
Katagori I – Tenaga honorer yang penghasilan nya dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan kriteria diangkat oleh pejabat yang berwenang, bekerja di instansi pemerintah, masa kerja paling sedikit 1 (satu) tahun pada tanggal 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih bekerja secara terus menerus; berusia paling rendah 19 (Sembilan belas) tahun dan tidak boleh lebih dari 46 tahun pada tanggal 1 Januari 2006.
Katagori II – Tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan kriteria diangkat oleh pejabat yang berwenang, bekerja di instansi pemerintah, masa kerja paling sedikit 1 (satu) tahun pada tanggal 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih bekerja secara terus menerus; berusia paling rendah 19 (Sembilan belas) tahun dan tidak boleh lebih dari 46 tahun pada tanggal 1 Januari 2006.
Perbedaan mendasar dari tenaga honorer katagori I dan katagori II adalah dari sumber penghasilan mereka, yaitu baik yang berasal dari biaya APBN/APBD dan bukan APBN/APBD.
Dasar Pengangkatan Tenaga Honorer
Pengangkatan tenaga honorer didasarkan pada Pasal 2 ayat (3) UU No. 43 Thn 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Thn 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian yang memuat : “Disamping pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.”
Pegawai tidak tetap adalah “pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis professional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi”.
Ya Baari’ Artinya, pejabat pembina kepegawaian tidak hanya mempunyai kewenangan untuk mengangkat Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan UU No. 43 Thn 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Thn 1974 tetapi juga berhak mengangkat pegawai tidak tetap.
Pengaturan mengenai tenaga honorer diperjelas dengan dikeluarkannya PP No. 48 Thn 2005, yang dirubah dengan PP No. 56 Thn 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 48 Thn 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Mengenai fungsi dari keberadaan tenaga honorer ini adalah untuk menunjang kelancaran pelaksanaan sebagian tugas-tugas pemerin tahan dan pembangunan, memenuhi kekura ngan sumber daya manusia pada setiap instansi yang membutuhkan agar terciptanya pelayanan publik yang lebih maksimal, dan agar dapat membantu pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan yang
bersifat teknis operasional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi dalam jangka waktu tertentu.
Hak dan Kewajiban Tenaga Honorer
Tenaga honorer juga memiliki hak dan kewajiban. Hak merupakan konsekuensi dari kewajiban. Secara logika keduanya memiliki hubungan timbal balik, hak seseorang dapat dipenuhi karena telah menjalankan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan sesuai dengan syarat untuk mendapatkan hak tersebut.
Satjipto Rahardjo, menyatakan “antara hak dan kewajiban terdapat hubungan erat yang satu mencerminkan adanya yang lain”
Kontrak atau Perjanjian Kerja
Secara umum hak tenaga honorer adalah memperoleh upah atas pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan secara spesifik biasanya diatur dalam Surat Keputusan Pengangkatan atau surat perjanjian kerja sebagai honorer.
Isi surat perjanjian kerja di setiap instansi pada umumnya sama, hanya saja terdapat perbedaan tempat dimana seorang tenaga honorer akan ditempatkan, siapa pejabat yang berwenang untuk mengangkatnya dan apa Aturan yang mendasarinya.
Sebelum lahirnya UU No. 5 Thn 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”), pengaturan tentang tenaga honor mengacu kepada UU No. 13 Thn 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
Tenaga honorer dalam melakukan pekerjaan dilakukan dengan cara perjanjian kerja dan ada juga tenaga honorer yang bekerja berdasarkan Surat Keputusan dari Pejabat Tata Usaha Negara. Baik tenaga honorer yang bekerja dengan adanya perjanjian maupun yang bekerja berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara, upahnya adalah sesuai dengan upah minimum. Hal mana sesuai dengan Pasal 88 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan:
(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan
k.upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Setelah lahirnya UU ASN, Pegawai Honorer diganti dengan istilah “Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja” (“PPPK”), yaitu warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.[2] Mengenai PPPK diatur dalam Pasal 93 – Pasal 107 UU ASN.
PPPK berhak memperoleh:
a. gaji dan tunjangan;
b. cuti;
c. perlindungan; dan
d. pengembangan kompetensi.
Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PPPK. Gaji tersebut diberikan berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan. Gaji dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk PPPK di Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk PPPK di Instansi Daerah. Selain gaji, PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Meskipun dalam UU ASN tidak secara eksplisit disebutkan bahwa gaji pegawai honorer harus sesuai dengan upah minimum. Akan tetapi, upah minimum adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu sudah sepantasnya gaji pegawai honorer tidak lebih rendah dari upah minimum.
Ya Mujibassaailiin. Kutulis persoalan ini ingin mendapat ridho-Mu. Karena hamba membaca dalam firman-Mu : “Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya telah AKU haramkan atas diri-KU perbuatan zhalim dan Aku jadikan ia diharam kan di antara kamu; maka janganlah kalian saling berbuat zhalim.”
Rasul-Mu, MUHAMMAD SAW bersabda : “Jauhilah kezaliman, sesungguhnya kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.”
“Waspadalah terhadap do’a orang yang dizalimi. Sesungguhnya antara dia dengan Allah tidak ada tabir penyekat.” (HR. Mashabih Assunnah)
“Do’anya seorang yang dizalimi terkabul meskipun dia orang jahat dan kejahatannya menimpa dirinya sendiri.” (HR. Ahmad)
“Do’a orang yang teraniaya diangkat Allah menembus awan dan dibukakan pintu langit baginya, seraya Allah berfirman padanya; “Demi Keagungan-KU, Aku akan membelamu sampai kapan pun.”
“Waspadalah terhadap do’a orang yang teraniaya, karena do’anya naik ke langit seperti bunga api.”
Engkau juga berfirman dalam hadits Qudsi : “Dengan keperkasaan dan keagungan-KU, AKU akan membalas orang zalim dengan segera atau dalam waktu yang akan datang. AKU akan membalas terhadap orang yang melihat seorang yang dizalimi sedang dia mampu menolongnya tetapi tidak menolongnya.” (HR. Ahmad)
Hamba-Mu takut ya Allah. Kini telah hamba sampaikan ya Allah ! Adakah uraian lebih baik dari ini. Mohon Engkau gerakkan hati mereka untuk membetulkan mana yang salah dari uraian ini.
Daftar Bacaan :
1. Satjipto Rahardjo, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.54
2. UU No. 43 Thn 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Thn 1974
3. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4. Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
5.PP No. 48 Thn 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana terakhir diubah dengan PP Nomor 56 Thn 2012.
Catatan Kaki :
[1] Pasal 1 angka 1 PP No. 48 Thn 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil
[2] Pasal 1 angka 4 UU ASN
[3] Pasal 22 UU ASN
[4] Yang dimaksud dengan “gaji” adalah kompensasi dasar berupa honorarium sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab jabatan dan resiko pekerjaan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
[5] Pasal 101 UU ASN
Posting By: Asmara Hadi Usman