Nurul Huda: Anda Bukan Algojo, Gunakan Hati Nurani Untuk Memutuskan

RIAU – Mau kemana arah Hukum kita, itulah pertanyaan yang sangat menggelitik dimata seorang Nurul Huda. Pernyataan itu diungkap atas putusan yang menjerat gaek paruh baya yang di hukum penjara 4 Tahun, denda Rp.3 M, karena membuka lahan 20×20 Meter.

”Hukuman itu lebih cocok untuk perusahaan, bukan orang tidak mampu. Oke lah, jika kakek itu salah, tapi jangan Empat Tahun, itu lama sekali. Hukuman untuk gaek itu, jelas melukai hati rakyat,” ujar Doktor Huda, sapaan akrab Dosen Pascasarjana UIR itu, dalam pres rilisnya, Rabu (23/1).

Jika dibandingkan, lanjut Huda, Perkara yang di SP3 untuk 15 Perusahaan justru perkara itu yang sangat melukai hati rakyat. Apalagi banyaknya kebakaran dilahan korporasi namun malah ratusan masyarakat yang ditangkap, sementara dari perusahaan hanya Dua orang saja,” ketus Pakar Hukum Pidana itu.

Dakwaan terhadap Syafrudin (69) sambung Huda, diduga putusan yang mencekik sisa hidup gaek tersebut karena dinilai sangat memberatkan. Padahal, ia didakwa membakar lahan seluas 20×20 Meter untuk bercocok tanam demi menafkahi keluarga.

“Dimana Sila ke 2 dan ke 5 Pancasila itu. Kalau penentu hukum lupa dasar, niscaya hati nurani terselimuti gumpalan asap bekas karhutla,” kata Huda, terperangah.

Akhirnya, gaek usia 69 tahun itu dituntut dengan hukuman penjara 4 tahun dan denda Rp3 miliar. Ia pun harus meninggalkan keluarganya yang terdiri dari Satu istri dan Lima anak.

Diakui Syafruddin lahan seluas 20×20 itu dipergunakan untuk bercocok tanam Ubi dan Kacang Panjang akhirnya duduk sebegai (Pesakitan) dan mendengar putusan denda Rp.3 Miliar pun terkulai lemas tidak berdaya.

Pasalnya, jika Ubi dan Kacang Panjang yang dimilikinya berhasil dipanen, diyakini tidak akan mampu melunasi denda Rp.3 Miliar seperti yang di tuntutkan ke pada gaek tersebut.

Penerapan UU PPLH Bo 32 tahun 2009 tentang lingkungan yang dijadikan dasar oleh Jaksa untuk mendakwa Syarifudin bukanlah pilihan yang tepat. Hakim dan Jaksa juga tidak selamanya harus menjadi corong undang-undang.

Sementara, Pasal 98 dan Pasal 108 memang ancaman pidana minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun dengan denda maksimal Rp10 miliar.

“Ancaman minimal bisa diputuskan, asalkan ada nilai-nilai keadilan yang memang dipikirkan dan dihayati oleh hakim dari hati sanubari,” kata Huda.

Diperkara gaek parauh baya itu, Huda sangat menyayangkan atas keputusan Hakim dan tuntuan Jaksa. Seoalah-olah diperkara ini menunjukan kalau mereka adalah Algojo yang siap membasmi kejahatan dan angkara murka.

“Kalau perkara milik Perusahaan di bilangnya alat bukti kurang, masih penyelidikan dan lainnya. Hukum itu yang dinilai masyarakat apakah berlaku sama untuk seluruh warga negara,” tandas Huda, sambil menggelengkan kepala.**

 

Laporan by: Mmd