Kepedulian Sosok GM Untuk Petani Sawit Indonesia

“Petani itu adalah seorang yang berkeyakinan baik, orang yang bermoral tinggi, dan memiliki cinta kepada kebebasan yang kokoh.
(Che Guevara, Revolusioner dari Argentina)”

 

Kondisi lahan terlihat dari atas

 

GPCIndonesia Negara Agraris. Petani memberi sumbangsih besar buat kehidupan bangsa ini. Di tengah prahara wabah Covid-19, tidak bisa dipungkiri kontribusi petani khususnya Petani Kelapa Sawit dalam stabilitas perekonomian sangat signipikan.

Atas peran spektakuler itulah, kehadiran asosiasi petani menjadi sangat menarik diperbincangkan. Sebagai wahana berhimpun penyelaras visi kebersamaan, petani memang butuh wadah.

Sebab, sebagai imbas dari aktivitas, persoalan selalu muncul. Penyelesaiannya, biasanya selalu butuh wahana penggalang kebersamaan.

Sisi inilah yang dilirik Ketua Umum Assosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), DR (C) Ir. Gulat Medali Emas Manurung, C.APO. Pria yang dikenal sebagai Petani Kreatif sekaligus sebagai Motivator Petani terpinggirkan dengan segudang persoalan yang melangit.

“Disinilah peran APKSINDO sebagai organisasi Petani terbesar di Dunia,” kata Gulat Manurung, mengawali perbincangan ditemani secangkir Kopi.

Dalam berbagai kesempatan, baik secara langsung di hadapan petani maupun melalui Forum-forum formal, seminar dan diskusi GM (sapaan akrab pria yang selalu tampil prima ini), selalu berbicara tentang nasib Petani Kelapa Sawit.

Wajar saja. Organisasi yang sayapnya membentang ke 24 Provinsi serta 122 Kabupaten Kota di wilayah Nusantara ini, tentu mencuatkan beragam problema. Peripersoalan kebun sawit petani yang terlanjur tumbuh di Kawasan Hutan merupakan persoalan yang sangat krusial.

“Tetapi, pemerintah akhirnya menciptakan senjata pamungkas untuk menyelesaikan masalah ini,” kata GM dalam suatu perbincangan.

Sebagai seorang Jurnalist, saya pernah menghabiskan sekitar 275 Menit berdiskusi dengan GM. Selain angel aktual seputar kehidupan petani sawit, gaya bercerita GM memang membuat perut “lupa” lapar.

Tetapi, inti perbincangan kata GM justru ihwal mendesak yang harus segera direalisasi. Yakni, tetang kebijakan pemerintah dalam memberikan solusi terhadap kebun petani yang terlanjur di kawasan hutan itu.

Terlebih lagi, selama ini konstitusi yang ada membuka peluang tuntutan pidana bagi petani yang terlanjur berkebun di kawasan hutan.

“Realita ini kemudian melahirkan kekhawatiran massal di kalangan Petani Indonesia. Apalagi, selama ini situasinya seperti terbiarkan. Malah, semakin parah,” kata GM.

Lantas, pemerintah hadir ditengah-tengah masalah besar yang melingkupi kehidupan petani. “Ini yang harus kita dukung, dan diperjuangkan,” kata GM.

Artinya, dalam pandangan GM, dengan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) berikut segala turunannya, yang memihaki kepentingan petani sawit harus secara konsisten disosialisasikan kepada masyarakat.

Dengan lahirnya perangkat peraturan ini, kata GM, celah pidana atas keterlanjuran itu dianulir. Kemudian diatur sedemikian rupa menjadi setingkat hukuman denda.

“Tetapi, yang terlanjur berkebun di kawasan hutan lindung, Yah… harus mengembalikan lahan itu. Itu konsekuensinya,” tutur GM.

Terlepas dari itu, dibutuhkan medium untuk menumbuhkan pemahaman masyarakat pada makna yang terkandung dalam redaksi Undang-Undang dan Peraturan Per – Undang-Undangan.

Sebab, lanjutnya, meski pada intinya solusi yang diatawarkan pemerintah semata-mata untuk membantu petani, tidak selamanya niat tulus itu beroleh respon positif.

“Di sini, peran media massa menjadi sesuatu yang urgen. Para Jurnalis memiliki tanggung jawab moral untuk membantu petani keluar persoalan mereka,” kata GM.

Bagi Apkasindo, demikian GM, tanggung jawab tidak sebatas perjuangan secara Yuridis dan Advokasi. Juga menyangkut pendampingan secara intensif dalam semua prosesi pemulihan persoalan yang dihadapi petani.

Tetapi, GM tetap optimistis. Semua masalah bangsa ini, katanya termasuk masalah petani, akan terselesaikan pada akhirnya. Asal saja, segenap komponen memiliki Political Will (Adanya komitmen yang kuat).

“Kita harus secara bersama-sama untuk mencari penyelesaian persoalan. Kita mesti meninggalkan paradigma lama yang selalu berkutat di titik persoalan. Tinggalkan itu. Mari kita fokus pada solusi,” tegas GM.**

 

From: Wahyudi El Panggabean