ROKANHILIR – Sidang perkara dugaan tindak pidana penggelapan Uang Yayasan Perguruan Wahidin atas nama Terdakwa Awie Tongseng, telah sampai pada agenda Pledoi atau pembelaan dari penasihat hukum Awi Tongseng.
Disidang sebelumnya, terdakwa Awie Tongseng oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Rokan Hilir (Kejari Rohil) dituntut 3 (tiga) Tahun penjara, karena melanggar Pasal 70 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 5 Undang-Undang No. 28 Tahun 2004, tentang Yayasan yang dibacakan pada tanggal 6 Maret 2019. (14/3/19)
Sidang perkara Awie Tonseng dibuka oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rokan Hilir (PN Rohil), Muhammad Hanafi Insya, SH, sedangkan sebagai Ketua Majelis, Lukman Nulhakim, S.H.,M.H. dan Rina Yose, S.H. masing-masing sebagai anggota majelis dibantu oleh Panitera Pengganti Harmi Jaya S.H., hadir Jaksa Penuntut Umum Maruli Sitanggang, S.H. dan Penasihat Hukum Terdakwa Alben, S.H.
Pembacaan Pledoi atau pembelaan dari tim penasihat hukum Terdakwa Awie Tongseng berlangsung hampir dua jam, pembelaan Terdakwa dibacakan oleh pengacara muda Rohil, Alben, S.H. Dalam pembelaannya Alben, menguraikan banyak fakta-fakta hukum untuk mematahkan seluruh dakwaan dan tuntutan yang dialamatkan kepada kliennya.
Dalam Pembelaannya Alben, menyampaikan bahwa, Jaksa Peneliti dan Pejabat Kejaksaan Tinggi Riau berkolaborasi dengan Penyidik Polda Riau telah melakukan perbuatan maladministrasi dan fait accompli.
Lanjutnya, yang diduga untuk mengkriminalisasi Terdakwa dalam proses prapenuntutan perkara a-Quo dengan berlindung di balik KUHAP dan Undang-Undang Kejaksaan.
Padahal jika Jaksa Peneliti dan Pejabat Kejaksaan Tinggi Riau berlaku adil dan profesional dalam menegakkan hukum sebagaimana lafal sumpahnya dalam proses prapenuntutan perkara a-quo, niscaya penyidikan perkara yang disangkakan Penyidik kepada Terdakwa yaitu melanggar ketentuan Pasal 374 KUHPidana, Pasal 372 KUHPidana, atau Pasal 70 ayat (1) dan (2) jo.
“Sedangkan Pasal 5 Undang-Undang No. 28 tahun 2004 tentang Yayasan, tidak dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat formil dan materil,” ungkap Alben, yang juga Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Pemuda Karya (IPK) Kabupaten Rokan Hilir tersebut.
Tidak hanya itu, dalam Pembelaannya Alben juga menyampaikan ada kejanggalan-kejanggalan berupa penyimpangan prosedural dan perbuatan maladministrasi dalam proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara a quo berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan diantaranya.
Pertama, Penyidik tidak memiliki ijin dari Pengadilan untuk memeriksa Yayasan Perguruan Wahidin dan organ yayasan dalam perkara a quo. Kedua, Laporan Polisi sama sekali tidak didukung dengan barang bukti maupun alat bukti lain yang sah. Ketiga, Kanit yang memimpin penyidikan perkara a quo di Ditreskrimum Polda Riau menyatakan bahwa Laporan Polisi perkara a quo adalah Laporan Polisi di tahun 2016. Empat, Penggeledahan dan Penyitaan yang dilakukan Penyidik dalam perkara a quo tidak sah.
Lima, Barang-barang yang disita tidak dijadikan barang bukti, Enam, Ahli adecharge tidak diperiksa di tingkat penyidikan. Tujuh, Ijin Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, dan Auditor tidak dilampirkan dalam berkas perkara. Delapan, Audit dilakukan sebelum adanya kontrak, Kesembilan Auditor tidak melakukan konfirmasi kepada pihak teraudit dan pihak terkait.
Sepuluh, Audit tidak berbasis pada data, Kesebelas Jaksa Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan saksi, A Teddy Effendi dan saksi Kasiong ke persidangan. Duabelas, Budi Thamrin tidak diperiksa sebagai saksi sejak penyidikan perkara a quo.
Dilanjut Alben kembali, dirinya menyampaikan bahwa, berdasarkan kejanggalan-kejanggalan yang diuraikan dalam Pembelaan tersebut serta berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku, yurisprudensi, pendapat para ahli, dan setelah menelaah alat-alat bukti yang ada serta mengacu kepada ketentuan pasal 183 KUHAP, maka kami meminta kepada yang majelis hakim yang menangani dan memeriksa a quo agar memutuskan.
1. Menyatakan Terdakwa Rajadi alias Awie Tongseng alias Han Oi Raya alias Ting Han Wie tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum baik dalam dakwaan kesatu primair, subsidair maupun dakwaan kedua.
2. Membebaskan Terdakwa Rajadi alias Awie Tongseng alias Han Oi Raya alias Ting Han Wie dari dakwaan-dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut (vrijspraak).
3. Mengembalikan Terdakwa Rajadi alias Awie Tongseng alias Han Oi Raya alias Ting Han Wie pada kedudukan, harkat dan martabatnya semula serta merehabilitasi nama baiknya.
4. Menyatakan barang bukti dalam perkara ini dikembalikan kepada Terdakwa Rajadi alias Awie Tongseng alias Han Oi Raya alias Ting Han Wie.
5. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik pada Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah Riau untuk mengembalikan barang-barang yang disita sebagaimana tercantum dalam barang bukti nomor 76, 77, 78, 79, 80 dan 81 yaitu.
a. Surat Tanda Penerimaan tertanggal 10 Desember 2010 yang menyerahkan atas nama Kasiman Tarno, b. Surat Tanda Penerimaan tertanggal 10 Desember 2010 yang menyerahkan atas nama Tan Guan Tio, c. Surat Tanda Penerimaan tertanggal 10 Desember 2010 yang menyerahkan atas nama Lenijati als Tan Lei Ni.
d. Surat Tanda Penerimaan tertanggal 10 Desember 2010 yang menyerahkan atas nama Lenijati als Tan Lei Ni, e. Surat Tanda Penerimaan tertanggal 10 Desember 2010 yang menyerahkan atas nama Heidylia, f. Surat Tanda Penerimaan tertanggal 21 September 2010 yang menyerahkan atas nama Rajadi alias Awie Tongseng kepada orang dari mana barang-barang tersebut disita.
6. Membebankan biaya perkara kepada Negara” Ungkap Alben, SH. yang juga Ketua LBH Jalesveva.
Setelah pembelaan dibacakan oleh Penasihat Hukum Terdakwa, terhadap pembelaan tersebut Kejaksaan Negeri Rokan Hilir melalui Jaksa Penuntut Umum Hardianto, S.H., menyatakan mengajukan replik dan kemudian majelis hakim menunda persidangan sampai dengan tanggal 21 Maret 2019 untuk memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan replik.**(tim/rls)