RIAU – Dalam kehidupan bertatanegara, pemerintah dan masyarakat sudah diatur dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku. Bahkan dalam tata cara memiliki dan memperoleh sebidang tanah pun sudah diatur di dalamnya dengan sedemikian rupa.
“Peraturan perundang – undangan merupakan pedoman dan dasar dalam kehidupan masyarakat. Maka, siapapun warga negara baik itu pemerintah dan masyarakat wajib menaatinya. Dan aparat penegak hukum harus tunduk serta menjalankan tanpa keberpihakan,” demikian kata, Dr. Suparji Ahmad, dikonfirmasi awak media ini, Senin (10/5).
Secara hukum pidana, Suparji Ahmad, Pakar Hukum Pidana Universitas Al – Azhar Indonesia itu menguraikan, ada ketentuan hukum yang jelas dilanggar jika menguasai tanah diatas hak milik orang.
Berita terkait:
- Dr YK Yakin Polda Riau Pasti Patuhi Instruksi Presiden dan Kapolri
- Ikut Arahan Kapolri, Polda Bengkulu Siap Bongkar Dugaan Mafia Tanah Lebong
Dan yang sangat fatal lanjutnya, bisa menjadi jeratan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), jika salah guna saat menggunakan Uang Negara dalam hal ganti rugi tanah apa lagi terjadi salah pembayaran.
“Jelas ada ranah Tipikornya, jika ganti rugi itu menggunakan uang negara, merugikan keuangan negara, memperkaya diri atau orang lain atau korporasi. Harus ditarik perkara ini dari awal. Inilah tugas penyidik dan ‘Bongkar,” kata Suparji sapaan akrabnya.
Pernyataan pakar hukum pidana Al – Azhar itu menanggapi peristiwa yang menimpah H. Suhaimi, warga Bengkalis selaku ahli waris sah dari lahan yang diduga diserobot oleh oknum di Pemkab Bengkalis.
“Bongkar dugaan tindak pidana korupsi akibat salah bayar dalam pembebasan lahan dan terjadinya kerugian warga negara yang berhak atas ganti rugi tanah tersebut,” tegasnya.
Sementara, lanjut Suparji, untuk penyidik Polda Riau bisa menggunakan pasal Tipikor untuk memberantas para koruptor dalam peggadaan dan pembebasan lahan. Apa lagi, saat ini negara tengah perang melawan praktik – praktik ilegal mafia tanah.
“Untuk pembuktian kepada penyidik, berbagai alat bukti sah kepemilikan harus bisa dilampirkan pelapor sebagai alat yang sah kepemilikan. Dan saksi – saksi terkait harus ada, guna memperkuat bukti – bukti,” ujarnya.
Bergulirnya isu di Bengkalis terkait soal ganti rugi yang diduga tidak tepat sasaran, pihak ahli waris menjadi putus asa. Dalam ketidak berdayaan, para ahli waris telah melaporkan ke Polda Riau didampingi Kuasa Hukum YK dan Partner.
“Surat tanah Ahli waris surat yang dikeluarkan Agraria tahun 1965. Alhamdulillah, laporan di Polda Riau sudah masuk,” kata Yudi Krismen, kuasa hukum para ahli waris.
Diketahui, bukti ahli waris H. Suhaimi memiliki tanah di Jalan Pertanian, Desa Senggoro berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikeluarkan oleh Kantor Agraria pada Tahun 1965. Dan bukti ini tidak bisa dihilangkan begitu saja sebab legalitasnya sangat kuat.
Selain itu, sambungnya, para saksi – saksi juga masih bisa memberi keterangan dengan baik tanpa berubah – ubah. Sebab, para saksi adalah orang – orang yang mengetahui secara persis siapa pemilik asli lahan tersebut dan soal jual beli tanah tersebut.
Nah, yang menjadi pertanyaan dasar, lanjut Dr. YK, sekarang apa dasar Pemkab Bengkalis membayarkan ganti rugi kepada pihak lain yang mengaku menjadi pemilik tanah selain ahli waris H. Suhaimi?
“Inilah tugas penyidik, harus dikejar aliran dana tersebut kepada siapa diserahkan oleh tim 9 Pemkab Bengkalis saat itu. Kapolda Riau harus memberi atensi khusus guna pemberantasan mafia tanah di Bengkalis,” ketus mantan penyidik Polda Riau itu.
“Jika terindikasi salah sasaran dalam pembayaran ganti rugi kepada pihak yang tidak berhak menerimanya. Sudah dipastikan ditemukan kerugian keuangan negara dan menguntungkan diri pribadi dan golongan,” tegasnya.**
Laporan by: Rahmad S
Editor by: Memed