ROKANHILIR – Masih berkaitan dengan musibah yang menimpa RMH, yang diduga menjadi korban kriminalisasi dan penjebakan kasus Narkoba, kali ini tim redaksi mewawancarai Asmara Hadi Usman, Seksi Pencegahan, BNK Rokan Hilir.
Sosok Asmara Hadi Usman dikenal dan diketahui sosok pria yang serderhana dan mempunyai segudang wawasan serta ilmu.
Selain kawakan dan senior dibidang Jurnalis serta media, dirinya juga lama bergelut dengan persoalan Narkoba (aktivis lembaga pencegahan bahaya narkoba) dari Tahun 1998 hingga 2005 ini pun akhirnya angkat bicara.
Memulai perbincangan, jika dirinya membaca semua berita yang telah dipublikasi media online dan cetak sembari mencermati fakta-fakta di persidangan, Asmara Hadi Usman juga menyampaikan hal yang sama.
Jika membaca secara seksama tuntutan JPU, Marulitua Sitanggang SH, yang menuntut terdakwa RMH, dengan tuntutan 8 tahun penjara dan denda Rp 1 Milyar, Asmara sapaan akrab Seksi Pencegahan BNK Rohil itu, mengernyitkan kening sambil geleng kepala dan bertanya. Lah.. apa dasarnya?.
Bagi aktivis Anti Narkoba ini, berdasarkan bukti dilapangan, baik saksi maupun kronologis kejadian, terdakwa RMH, sepertinya dipaksakan melakukan tindak pidana kejahatan atas kepemilikan Narkoba.
“Ada indikasi kuat bahwa kasus ini berunsur kriminalisasi, penjebakan, dan gratifikasi. Jika ditarik benang merahnya (pokok awal perkara),” ungkap Asmara disaat itu.
Kalau dilihat dari kronologis, tegasnya, RMH sesungguhnya murni korban. Dia bukan pemilik barang haram itu, apalagi pengedar. Asmara merasa heran ketika ditangkap, yang ditanya aparat pertama adalah rokok.
Dan anehnya lagi, rokok yang ditanya rokok Sampurna. Darimana aparat mengetahui bahwa rokok RMH adalah rokok Sampurna?
Sementara, rokok terdakwa RMH adalah Lucky Strike. Fakta dilapangan mengungkapkan bahwa Rokok Sampurna itu adalah milik Dani yang saat ini dinyatakan DPO oleh jajaran Polsek Sinoboi.
Dalam pemeriksaan awal Kapolsek Sinaboi jujur mengatakan hasil test urien terdakwa negatif, dan dipersidangan jadi Positif.
“Hasil urine kita sudah koordinasi sama Dirut RSUD Rohil, dan negatif hasilnya,” papar Asmara.
Ada saksi mengakui secara terbuka, RMH dijebak. Saksi lain-lain juga mengungkapkan bahwa sepeda motor yang dikendarai pada waktu kejadian bukan milik korban, tapi milik T anggota Polairud, yang dipinjamkan kepada Saksi E.
Dan saksi E selanjutnya meminjamkan sepeda motor yang sama kepada saksi US aliaS UA dan RMH demi keperluan kerja.
Merangkum dari perbincangan hangat antara redaksi media gopesisir.com dan PH terdakwa RMH, Andi Nugraha SH. Asmara Hadi Usman dalam simpul pikiran digelar perkara dan ada beberapa kejadian aneh diperkara ini diantaranya.
1. Kejadian yang menimpa RMH, harus segera diselesaikan, aparat penegak hukum seperti Kepolisian, harus membuktikan melalui pemberkasan untuk JPU menjalankan persidangan, dan selanjutnya menetapkan tuntutan, dan hakim mempertimbangkan dengan seadil-adilnya didalam memutuskan.
2. Terkait adanya indikasi penjebakan, menurutnya, terdakwa RMH diduga murni di jebak, dan harus di bebaskan. Penegak hukum tidak dibenarkan melakukan tindakan sewenang-wenang di dalam menjalankan tugas.
Sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) apapun yang dituduhkan kepada seseorang akan berdampak buruk bagi masa depan yang bersangkutan. Apabila terdakwa dari hasil penyelidikan, tidak terbukti bersalah, maka penegak hukum tidak bisa memaksakan terdakwa agar bersalah,” jalasnya, melanjutkan.
3. Terkait dengan barang bukti yang ditemui pada dirinya, dan tidak diakuinya, maka penegak hukum tidak bisa memaksakan bahwa terdakwa harus mengakuinya.
Untuk membuktikan hal tersebut, maka pelaku/terdakwa harus dilakukan sidik jari yang mana guna memperkuat bukti bagi penegak hukum yang menyelidiki kasus pramtur itu, untuk bisa di pertanggung jawabkan.
Apabila terdakwa tetap juga tidak mengakuinya. Dan berapapun biaya sidik jari itu, yang berkaitan dengan pekerjaan ASN, itu sudah di fasilitasi oleh negara, dan tidak dibenarkan harus memberatkan terdakwa apa lagi penyidik meminta uang kepada terdkwa sebesar Rp 20 Juta, untuk melakukan sidik jari.
4. Tambah lagi penyidik menyarankan kepada terdakwa RMH untuk menyediakan uang Rp 5 Juta guna merubah hasil test urine dari Negatif ke Positif. Untuk meringankan perkara kata penyidik. Namun RMH menolak dan barang itu dengan tegas dikatan RMH kepada penyidik bukan miliknya.
“Hal ini sudah sangat jelas bahwa terdakwa ini tidak bersalah, dan inilah yang namanya sebenarnya korban, dan aparat penegak hukum tidak dibenarkan untuk menindas korban, ini sudah menyalahi prosedur hukum,” tegas Asmara mengakhiri perbincangan.
Dan meyakini, masih banyak lagi teka-teki yang belum terungkap dalam menggali kebenaran di perkara yang menimpah aktivis lingkungan ini (RMH,red).
“Tapi saya sangat meyakini, Hakim pasti bertindak seadil-adilnya dalam perkara ini. Karena, lebih baik melepaskan seribu orang penjahat, dari pada menghukum orang yang tidak bersalah,” tandasnya**
Dari Bagansiapi-api, Rokan Hilir, Handoko AF dan Tim Gopes melaporkan.(gp3)