Alasan Revisi, Lahan Putusan 2 Kali Masih Terus Bergulir Dipersidangan

ROKANHILIR – Upaya perlawanan hukum sebagai hak warga Negara terus di upayakan Siswaja Muljadi alisa Aseng, warga Pekanbaru, Riau. Gugatan Perdata tersebut, dilakukan atas Dualisme putusan yang sangat merugikan Aseng, baik secara moril maupun materil, dengan dalih revisi.

“Ini upaya langkah hukum sebagai hak warga negara Indonesia. Putusan pertama sudah saya terima dan saya jalani, dengan rentan waktu yang sangat jauh dari turunya revisi kedua, saya terkesan dipaksa harus menjalani revisi itu,” demikian ujar Aseng, saat dikonfirmasi via selulernya, Selasa (16/7) malam.

Untuk diketahui, hari ini tepat Selasa (16/7) siang, Pengadilan Negri (PN) Rohil, kembali menggelar sidang gugatan perdata antara Aseng, dan tergugat Kejaksaan Negri (Kejari) Rohil, serta Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Riau.

Sidang kali ini dengan agenda mendengar keterangan Empat (4) orang saksi, yang mengetahui secara persis bagaimana lahan yang dimiliki Aseng, selaku anggota DPRD Provinsi Riau, saat ini.

Gugatan upaya hukum sebagai hak warga negara atas perlawanan dualisme eksekusi terhadap lahan seluas 453 Hektar, di Desa Teluk Bano Satu (1), Kecamatan Bangko Pusako, Kabupaten Rohil.

Dalam perkara ini, Aseng, di dalam putusan Mahkamah Agung (MA) RI, pada 1 November 2016, Aseng, di jatuhi hukuman pidana 1 tahun penjara, subsider 3 bulan dengan denda Rp. 1 Miliar, karena telah terbukti bersalah melakukan kegiatan Perkebunan tanpa izin diatas lahan kawasan hutan. Dan lahan dikembalikan kepada terdakwa Aseng.

Dari amar putusan pertama itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejari Rohil, selaku eksekutor Negara menjebloskan Aseng, kedalam penjara di Lembaga Pemasyarakatan ( LP) Bangkinang, Kabupaten Kampar. Dan Aseng telah menjalankan semua hukuman itu.

Anehnya, setelah usai menjalani proses hukuman inkrah pertama, Aseng, dikejutkan kembali karena menerima surat revisi putusan dari MA RI, pada Desember 2018 silam.

Mendapati revisi putusan kedua, Aseng, merasa janggal karena menyatakan bahwa, Siswaja Muljadi alias Aseng, di hukum pidana 1 tahun Penjara dan Rp 1 Miliar, namun lahan seluas 453 Hektar, dikembalikan ke Negara melalui Dinas Kehutanan Rokan Hilir.

“Revisinya sangat janggal, sesuai putusan inkrah dari persidangan sudah saya terima. Namun anehnya, hukuman sudah saya terima dan jalankan, kenapa ada revisi dadakan tanpa ada angin dan hujan,” kata Aseng, yang masih terus mencari keadilan sampai saat ini.

Konon, turunnya revisi putusan ke Dua (2) itu, Kejari Rohil, selaku eksekutor Negara kembali melaksanakan putusan MA RI, dengan mengeksekusi lahan tersebut pada Desember 2018 silam dan diserahkan ke Dinas Kehutanan Provinsi Riau, dengan pengawalan ketat dari berbagai element.

Merasa janggal dalam revisi putusan MA RI tersebut, karena ‘Dalam objek perkara yang sama dan nomor perkara yang sama, ada Dua putusan yang berbeda’. Sehingga melalui kuasa hukumnya, Edison Purba, S.H, dan Rekanan, melayangkan gugatan hukum terhadap proses eksekusi ke Dua, yang dilakukan oleh Eksekutor Negara (Kejari Rohil,red).

Dalam jalannya persidangan, menurut keterangan saksi Anggiat Sinaga, pada tahun 2016 silam, saat itu Aseng sudah menjalani hukuman di LP Bangkinang, selama Satu tahun, membayar denda sebesar Rp. 1 Milyar, dan lahan dikembalikan kepadanya (Aseng,red).

“Direvisi putusan MA, putusan 1 dan 2 tidak berubah, yang anehnya putusan ke 3, Lahan seluas 435 Hektar di Teluk Bano Satu, berubah dikembalikan ke Dinas Kehutanan Provinsi. Dan lahan itu sudah dieksekusi lagi olah Kejari Rohil,” terang Anggiat Sinaga.

Saat penasehat hukum dari Aseng, menanyakan ke saksi Anggiat Sinaga, apakah saksi pernah melihat dan mendengar di Pengadilan Negri Rohil ini, pernah putusan Dua kali dalam Satu objek yang sama?

“Setahu saya belum pernah terjadi putusan seperti itu pak,” jawab saksi Anggiat Sinaga.

Sementara, menurut keterangan saksi Edi Manurung, dirinya sudah bekerja sejak tahun 2005 silam sebagai Mandor dikebun milik Aseng yang saat ini dalam gugatan perkara di Pengadilan Rohil.

“Dahulunya, lahan tersebut ditanami pohon karet (rambung), setelah dibeli Pak Aseng, lahan karet di tumbang dan ditanami pohon sawit,” jelas saksi Edi, melanjutkan.

“Luas lahan pak Aseng, seluas 453 Hektar, dan disekitarnya ada lahan masyarakat milik saudara Pendi. Dan semua lahan berbatasan dengan lahan masyarakat,” terang Edi.

Lain lagi atas keterangan saksi Feri, dirinya mempunyai lahan disekitaran lahan Aseng seluas 10 Hektar. Pada tahun 2004, lahan tersebut di beri oleh Almarhum Penghulu Usman, lahan itu dirinya olah lebih dahulu dan setelah itu baru di urus suratnya.

“Awalnya lahan tersebut semak belukar, lalu saya babat dan imas. Pada tahun 2006, baru saya tanami sawit, dan sawit tersebut sempat mati dan saya tanam ulang lagi. Lahan saya tepatnya di barak 10 perkebunan Aseng, dan surat lahan saya dikeluarkan oleh Penghulu Usman saat itu,” ungkap Feri, didepan para majelis hakim.

Dan menurut keterangan saksi Sugianto, dirinya punya lahan di lahan milik Aseng, seluas 1,8 Hektar, dirinya mendapat lahan tersebut dari Almarhum Ayahnya, Daroni. Waktu itu pada tahun 2005 dan masih ditanami pohon karet.

“Tanah saya yang berada di dalam lahan Aseng, saya terima atas warisan almarhum orang tua saya,” ujar saksi Sugianto.

Diketahui, sidang dipimpin langsung Ketua Majelis M. Faisal, hakim anggota Sonra Mukti, dan Boy Jefri Paulus Sembiring, dan panitra penggangganti Reonita Simbolon.

Sementara, tergugat dari Kejaksaan Negeri Rohil, di wakili David Riadi, dan penasehat hukum Siswaja Muljadi alias Aseng dihadiri Edison Purba, dan Daniel Pratama.**(rls)