ROKANHILIR – Menanggapi perkara yang menimpah aktivis lingkungan di Kabupaten Rohil, Riau, Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) RI, memberi respon positif atas apa yang menimpah terdakwa RMH.
Hal itu disampai Dr. Abdullah, SH, MS, saat dikonfirmasi awak media gopesisir.com via WhatsApp pribadinya, Sabtu (26/1/19) mengatakan, Hakim dalam kondisi apapun harus tetap Imparsial (perlakuan adil) dan Netral. Tidak boleh memihak Jaksa maupun Terdakwa.
Berita terkait : KetuaPWRIB Rohil Angkat Bicara Atas Dugaan Kriminalisasi Aktivis Lingkungan RMH
Lanjutnya, untuk kewajiban membuktikan surat dakwaan adalah tugas Jaksa. Semua alat bukti yang diajukan Jaksa atau Penuntut Umum adalah alat bukti yang membuktikan perbuatan atau kesalahan terdakwa. Oleh sebab itu, terdakwa diberi kesempatan mengajukan saksi yang meringankan.
“Hakim bukan Algojo yang bernafsu untuk menghukum. Hakim mengadili untuk memberikan keadilan. Apabila Jaksa mampu membuktikan dakwaannya dipersidangan dan Hakim yakin, maka akan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa,” ujar Abdullah.
Namun, lanjutnya, apabila Hakim dalam persidangan menilai alat bukti yang diajukan Jaksa tidak bisa membuktikan perbuatan atau kesalahan terdakwa, maka Hakim akan menyatakan tidak terbukti dan harus membebaskan terdakwa.
Berita terkait : Bacakan Pledoi Tim Kuasa Hukum RMH Yakini Patahkan Tuntutan JPU
Oleh sebab itu, tegasnya, pihak Jaksa atau Penuntut Umum dan Terdakwa harus all out (segalanya) menunjukkan alat bukti untuk meyakinkan Hakim.
Nah, ketika Hakim sudah memerintahkan Jaksa untuk menghadirkan saksi-saksi, namun Jaksa tidak melaksanakan semua perintah Yang Mulia Hakim, sekiranya Hakim dan Jaksa harus mengambil tindakan apa bang? tanya awak media.
Saksi yang diajukan oleh JPU, jawab Abdullah, adalah saksi yang mendukung dakwaan dan membuktikan perbuatan atau kesalahan terdakwa. Dengan kata lain yang menguntungkan JPU. Hadir tidaknya saksi-saksi dari JPU ditentukan oleh JPU sendiri.
Berita terkiat : Rekanan Aktivis Bantah RMH Bergelut Barang Haram
Jika Hakim sampai memerintahkan untuk menghadirkan saksi-saksi, berarti secara tidak langsung alat bukti yang diajukan oleh JPU kurang lengkap. Jika sudah diperintahkan Hakim namun JPU tidak menghadirkan saksi yang dimaksud, maka resikonya ada pada JPU sendiri.
Kemungkinan, lanjutnya, bisa terbukti perbuatan terdakwa sehingga Hakim menjatuhkan hukuman, kemungkinan tidak terbukti perbuatan terdakwa sehingga Hakim membebaskan, kemungkinan perbuatan terdakwa terbukti tetapi bukan tindak pidana sehingga Hakim akan menyatakan lepas dari tuntutan atau formalitas surat dakwaan tidak terpenuhi sehingga Hakim Menyatakan Surat Dakwaan tidak dapat diterima. “Inilah kuliahnya tidak cukup 1 Semester,” urainya.
Berita terkiat : Andi Nugraha: Ini Bukan Kasus Tapi Merebut Hak Warga Negara
Tanya awak media kembali, jika dipersidangan awal, Penasehat Hukum (PH) memohon kepada Majelis Hakim untuk menghadirkan semua saksi-saksi. Dan Majelis Hakim mengabulkan permintaan itu. Dan memrintahkan Jaksa untuk memenuhi semua saksi-saksi wajib dihadirkan. Terus sampai ending (akhir) manjatuhkan tuntutan Jaksa tidak bisa menghadirkan. Itu bagimana ya bang?
Abdullah menjawab, ini sangat aneh jika PH mohon kepada Hakim agar menghadirkan saksi-saksi, apa lagi saksi-saksi dari JPU. Secara umum saksi yang diajukan JPU membuktikan kesalahan terdakwa. Namun, terkadang saksi yang diajukan JPU justru tidak tahu atau memahami, sehingga saksi itu bisa menguntungkan Terdakwa.
“Ya, ini aneh saja, jika sudah diperintah Hakim, maka Jaksa atau Penuntut Umum harus mematuhi. Apapun hasil keterangan saksi-saksi nantinya walau menguntungkan JPU atau menguntungkan Terdakwa. Ya, memang harus dihadirkan saksi-saksi itu. Karena disinilah letak terang benderangnya suatu gelar perkara yang berlandaskan Undang-undang,” tutupnya.**
Dari Bagansiapi-api, Rokan Hilir, Handoko Af dan Tim Gopes melaporkan.(gp1)