Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir melalui Dinas Perikanan dan Kelautan terus berupaya meningkatkan taraf hidup dan ekonomi nelayan, terutama nelayan tangkap di laut terus mendapat pembenahan. Diantaranya, memberikan bantuan kapal dan alat tangkap serta alat bantu lainnya. Lalu, nelayan seperti apa yang prioritas mendapatkan bantuan itu.
Selama ini, banyak dikeluhkan, bantuan yang diberikan kepada nelayan tidak tepat sasaran, secara terbuka dalam diskusi, sejumlah organisasi nelayan berani menyebut, bantuan yang diberikan selama ini tidak tetap sasaran, yang diberikan orang yang tinggal dibukit, atau tidak melaut sama sekali.
Ketidaktepatsasaran itu berimbas kepada tidak maksimalnya bantuan yang diberikan sehingga yang menerima bantuan menjual kembali kapal dan alat tangkap yang diberikan, akibatnya tujuan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, belum maksimal.
Meyikapi itu, Dinas Perikanan dan Kelautan Rokan Hilir mengubah cara mencari nelayan yang akan diberi bantuan. Mereka turun langsung ke laut, menghampiri nelayan yang sedang mencari ikan, terutama nelayan yang masih mendayung sampan atau kapalnya.
Ibarat mendapat durian runtuh, sang nelayan merasa gembira, namun, SKPD terkait tidak langsung berpuas sampai disitu, mereka juga harus mendatangi rumah nelayan tersebut untuk melihat kehidupan real nelayan itu, apakah nelayan miskin atau nelayan berada.
Jika memang nelayan miskin, maka langsung diminta datanya, baik berupa foto kopi KTP atau KK serta kelengkapan lainnya untuk diprioritaskan mendapat bantuan kapal motor, 1 GT atau 3 GT, Alhamdulillah.
Lalu, efektifkan cara ini untuk meningkatkan taraf hidup nelayan, dan dijaminkah pola seperti ini nelayan yang mendapatkan bantuan tidak lagi menjual kapal motor atau alat tangkapnya?
Menjawab itu, perlu dilihat dari dekat kehidupan nelayan. Nelayan di Rokan Hilir masih jauh dari yang diharapkan. Mayoritas, mereka hidup pas-pasan, bahkan banyak yang masih melarat, meski setiap hari, mereka bergelimang ikan dan hasil laut lainnya.
Padahal mereka sudah bekerja keras, pergi melaut hingga berhari-hari, kadang kala pulang tanpa membawa hasil yang maksimal dan juga sering mengalami kerugian, ikan dan hasil laut yang didapat, tidak mampu mencukupi pembiyaan pergi melaut.
Mirisnya kehidupan nelayan terlihat jelas dari rumahnya, bangunannya hampir rubuh, tak bisa diperbaiki, karena tidak memiliki uang, mereka hanya berupaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, belum memikirkan perbaikan rumah.
Dari cerminan itu, mereka masih miskin, kemiskinan disamping berimbas kepada sulitnya pemenuhan kebutuhan gizi keluarga, juga berpengaruh terhadap pendidikan anak. Banyak anak nelayan yang putus sekolah, alasan klasik selalu dikemukakan, orang tua tak sanggup lagi menyekolahkan anak dan ada juga anak yang tak mampu berjalan kaki kesekolah yang jauh setiap hari, karena tidak adanya sepeda motor.
Nelayan kadang kala memang tak mampu membeli sepeda motor, harapan leasing juga pupus, karena leasing kurang memberi kepercayaan, alasan, penghasilan nelayan tidak tetap dan melihat rumah yang reot saat survey, mereka tidak yakin, akan mampu mengangsur kredit sepeda motor jika diberikan.
Satu-satunya cara agar mereka bisa bangkit, perlu campur tangan pemerintah, diawali memberikan bantuan.
Bantuan yang disediakan pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Rokan Hilir cukup banyak, mulai dari alat tangkap sampai kapal. Bantuan diberikan kepada nelayan, terutama yang berada di Kecamatan Pasir Limau Kapas, Sinaboi, Bangko, Pekaitan, Kubu, Kubu Babussalam, Tanah Putih, Tanah Putih Sedinginan.
Belakangan, Dinas Perikanan dan Kelautan tidak hanya fokus terhadap nelayan tangkap, tapi juga memberikan bantuan kepada nelayan budi daya, diantaranya dengan menyediakan bibit ikan lele serta ikan lain secara gratis, dengan pemijahan sendiri, syaratnya mudah, harus memiliki kolom minimal 5 x 10 meter, bibit dijemput sendiri.
Nelayan juga dibantu fiber, agar pengiriman ikan kemana-mana mudah serta bantuan bibit ikan yang didatangkan dari luar daerah, untuk jenis-jenis ikan air tawar.
Bantuan tersebut diberikan kepada nelayan dengan sistem seleksi. Tak bisa dipungkiri, sejak beberapa tahun belakangan, sistem seleksi menjadi pertanyaan berbagai pihak. Bahkan dalam berbagai forum, organisasi nelayan berani menyatakan, yang diberi bantuan sarat KKN, sehingga ada yang dapat bantuan diistilahkan “orang bukit” atau bukan nelayan sama sekali.
Ya, efek ini sangat besar, setelah mendapatkan bantuan dari Pemkab Rohil, nelayan palsu ini menjual bantuan yang didapat, lagi-lagi semua pihak dikibuli dan nelayan asli tak bisa berkutik.
Berbagai proposal sudah dilayangkan nelayan, namun bantuan tak kunjung dapat, sehingga mereka mulai putus asa, dengan sistem seleksi mendapatkan bantuan tersebut.
Namun, terjadi perubahan drastis untuk perbaikan seleksi penerima bantuan. Dinas Perikanan dan Kelautan, turun langsung kelaut, mencari nelayan yang layak mendapatkan bantuan. Nelayan yang sedang melaut, terutama yang menggunakan sampan dayung, tiba-tiba didekati.
Nelayan yang disambangi menurut Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan, M. Amin, ditengah laut pada awalnya terkejut, namun setelah diberi penjelasan, senyumkegembiraanpun keluar dari mulut dengan raut wajah ceria dengan kulit yang sangat hitam berjemur dilaut.
Ternyata, seperti durian runtuh, dia mendapatkan bantuan dari Dinas Perikanan dan Kelautan terutama alat tangkap dan kapal dengan kondisi yang lebih baik dari kapal yang dipergunakan saat melaut, kalau selama ini hanya menggunakan kapal 1 GT, maka akan diberi bantuan 3 GT, jika selama ini hanya menggunakan sampan dayung, dia akan mendapatkan bantuan kapal 1 GT.
Tak cukup sampai dilaut, nelayan tersebutpun langsung ditanya alamatnya dimana, karena pihak Dinas Perikanan dan Kelautan akan meninjau langsung kehidupannya. Pola ini untuk memastikan, nelayan yang diberi bantuan merupakan nelayan yang miskin. Tapi jika memang nelayan ini tergolong nelayan berkecukupan, siap-siap bantuan akan dibatalkan.
Namun jika sudah memenuhi standar yang ditetapkan, maka identitas nelayan langsung dikantongi Dinas Perikanan dan Kelautan untuk mendapat pertimbangan selanjutnya dalam mendapatkan bantuan.
Sisten seleksi turun kelaut sudah diterapkan tahun 2015, ada 30 nelayan Rokan Hilir dapat bantuan kapal 1 GT ditambah delapan nelayan dapat bantuan 3 GT. Bantuan berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang sudah dilelang melalui LPSE.
Untuk yang 1 GT, diprioritaskan nelayan yang masih mendayung, pendapatan mereka sudah jelas kurang.
Setelah memastikan nelayan itu benar-benar membutuhkan, Diskanlut mendatangi rumahnya, dan setelah melihat kondisi sebenarnya, baru bisa diprioritaskan.
Untuk delapan penerima bantuan kapal 3 GT, calon penerima benar-benar tidak salah sasaran. Nelayan banyak yang tidak tahu yang namanya proposal, makanya turun lapangan langsung, setelah itu baru dijalani proses, sesuai ketentuan yang berlaku, untuk bantuan.
Melihat efektifitas cara seleksi ini dengan turun kelaut terhadap peningkatan taraf hidup nelayan, Dinas Perikanan dan Kelautan mengklaim, cara ini sangat efektif dan mengikis habis pola-pola lama dalam pemberian bantuan yang kurang baik.
Memang pola ini baru diterapkan, namun dari penerapan dua sampai tiga tahun ini, nelayan yang mendapatkan bantuan memanfaatkan bantuan yang didapat, dan belum terdengar bantuan tersebut dijual atau disalahgunakan.
Malah yang terjadi, penghidupan nelayan itu meningkat, bayangkan, biasanya hanya menggunakan dayung, sekarang sudah menggunakan mesin, tentu dia bisa lebih jauh kelaut mencari ikan, sehingga hasil tangkapan jauh lebih meningkat, dan berimbas kepada peningkatan taraf ekonomi nelayan.
Informasi terbaru, bantuan seperti ini juga diperuntukkan bagi nelayan perairan. “Tahun sekarang (2016, red) melalui DAK untuk nelayan perairan umum, di Kecamatan Tanah Putih, Pujud dan Tanjung Medan,” jelas M Amin.
Pola yang diterapkan juga sama, M Amin turun langsung ke Danau Labuhan Gobah, Kepenghuluan Putat, Kecamatan Tanah Putih mendata nelayan calon penerima bantuan kapal motor. Penerima ini hidup diatas rakit sudah cukup lama.***(Adv/Humas/rohil)