Percayai nuranimu! Pekerjaan akan membahagiakanmu (Herbert Spencer, Filsuf Inggris)
MORAL tidak mengenal batas-batas wilayah atau perbedaan ras.
Inilah satu-satunya kompas. Petunjuk dalam kehidupan kita.
Siapa pun yang membohongi hati nuraninya, akan menghadapi masalah.
Bagi lingkup kecil pekerjaan, hati-nurani adalah wasit. Wasit yang mengawasi jalannya pekerjaan.
Bagi seorang Wartawan, nurani akan memandu setiap gerak jurnalis-nya.
Kinerja jurnalis dimaksud: mulai beroleh ide informasi yang akan diburu–sampai menulis beritanya–hati nuraninya mesti menjadi panduan.
Niatnya yang tulus mengawali prosesi perburuan informasi, perilakunya di setiap derap langkah perburuan, bertemu para narasumber, melakukan wawancara. Hingga tugas permintaan konfirmasi para pihak.
Seyogianya, hati nurani ini terwakili oleh Kode Etik Jurnalistik. Yang berperan sebagai buku petunjuk bagi setiap jurnalis.
Artinya, dalam setiap persentuhan dengan orang-orang, diharapkan tetap tercipta komunukasi yang intens.
Tidak perduli apakah orang tersebut mendukung pemberitaan. Atau sebaliknya: di posisi terberitakan. Hubungan mesti (tetap) prima.
Jika semua terproses dengan baik. Tanpa satu momen pun yang terindikasi melanggar kode etik, Anda sebagai wartawan akan merasa damai. Tenang dalam bekerja.
Dengan demikian, Anda akan merasa nyaman memilah kata yang santun saat merakit detail peristiwa dalam tulisan.
Tulisan yang santun adalah keharusan. Berita yang ditulis mesti mampu memenuhi azas perimbangan. Steril dari i’tikad buruk dan kebencian.
Langkah-langlah seperti inilah yang mengantar Anda pada kedamaian jiwa.
Sebagai wartawan sejati, Anda mesti membuang dua sikap dasar kontraproduktif: kemalasan dan ketakutan.
Maju terus. Jurnalisme adalah profesi mulya.Jangan cemari dengan kemalasan dan ketakutanmu.
Belajar adalah napas dalm setiap derap pekerjaanmu. Belajar pengantar pada profesionalisme agar Anda digaji layak media tempat mendedikasikan profesi.
Skill yang terus diasah menghindarimu dari jebakan eskalasi kebutuhan hidup. Wartawan bukan pengemis.
Sebab, Wartawan bukan peminta-minta. Wartawan bukan “Burung Nazar”. Penikmat “bangkai” yang diperas dari rasa “takut” narasumber & pejabat publik.
Wartawan adalah pendakwah kebenaran. Sejatinya, sang Wartawan lebih dulu memperbaiki moralnya sebelum melaksanakan kontrol sosial.
Tetapi, bagi Anda wartawan sejati akan tetap teguh dengan rambu-rambu ethik. Hanya mereka yang terpanggil jiwanya yang layak mengusung profesi ini.
Tidak ada yang mudah. Tidak ada yang tidak mungkin. Sekali Anda memasuki dunia jurnalis, jangan takut gagal dan jangan tinggalkan tugas-tugas terhormat ini.
Petuah pendahulu kita: “Orang-orang yang bekerja dengan ketulusan hati adalah mereka yang paling bahagia”.
Ingat: setiap perkerjaan yang berkontribusi memuaskan jiwa berarti bisa diklaim sebagai kebenaran.
Penulis, Direktur Utama, Lembaga Pendidikan Wartawan, Pekanbaru Journalist Center (PJC), Wahyudi El Panggabean**