Doktor Huda, Soroti Kehadiran Anggota Dewan Riau

PELALAWAN – Sejak Jum’at (17/1/20) kemarin, eksekusi kebun ilegal milik PT. PSJ, di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan terus berjalan.

“Sebelumnya eksekusi ini juga sempat dilakukan, namun gagal lantaran dihalangi sejumlah masyarakat yang mengaku kelompok masyarakat mitra dari PT. PSJ,” ujar Dr. M. Nurul Huda, MH, dalam pres rilisnya, Senin (20/1).

Sementara, lanjutnya, Jum’at kemarin, eksekusi berjalan dimana pada awal eksekusi itu tim gabungan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Dinas Kehutanan, Polres Pelalawan, dan instansi terkait lainnya membabat habis tanaman sawit seluas 8 hektare.

Untuk diketahui, hingga hari Senin (20/1) ini dari total 3.323 Hektare, sudah sekitar 300 Hektare berhasil di eksekusi.

Namun, saat eksekusi yang dilakukan pada Ahad (19/1) kemarin, kata Huda, hadir Wakil Ketua DPRD Riau, Zukri Misran. Menurut informasi dirangkum Huda, kedatangan anggota dewan itu bertujuan untuk menenangkan masyarakat.

Namun, pihak petugas eksekusi meminta agar Anggota Dewan dari Partai PDIP meninggalkan lokasi.

Menanggapi hal itu, Ahli hukum pidana dosen UIR menegaskan bahwa, kehadiran anggota dewan dalam proses eksekusi itu tidak dibenarkan, apa kepentingannya datang, apalagi tidak ada izin terlebih dahulu dari petugas eksekusi. Sebab sudah ada plang dan petugas eksekusi.

“Memang harus diusir. Sebab bisa dituduh menghasut masyarakat untuk menghalang-halangi eksekusi. Dan itu bisa di pidana menurut Pasal 53 Junto Pasal 160 Junto Pasal 216 KUHP,” tegas Dosen Hukum Pidana Pascasarjana UIR ini.

Menurut Dr. Huda, seharusnya anggota dewan itu tidak perlu datang ke lokasi. Jika memang dinilai ada kesalahan dalam proses eksekusi, maka Ia bisa memanggil para petugas eksekusi. Jangan mengajak warga datang ke tempat eksekusi.

“Harusnya panggil saja, kenapa dieksekusi. Ngapain harus datang ke situ. Nanti kalau terjadi apa-apa emang mau anggota dewan itu bertanggung jawab?,” tuturnya.

Sebelumnya, Dr. Huda juga menyayangkan adanya aksi penolakan eksekusi itu. Menurutnya aksi penolakan eksekusi tidak terjadi, karena eksekusi tersebut adalah hal yang harus dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Dimana eksekusi lahan ilegal milik PT. PSJ, itu berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 atas gugatan PT NWR.

“Kan sudah jelas putusannya itu hal yang legal kenapa masyarakat mengintervensi putusan tersebut. Seharusnya negara jangan mau kalah dari orang-orang yg tidak taat pada putusan pengadilan. Saya pikir PSJ mestinya mengedukasi masyarakat yang berkonflik untuk menyelesaikan persoalan itu secara hukum, bukannya malah memancing masyarakat untuk terlibat dalam keributan yang seharusnya tidak perlu dilakukan,” terang Huda.

Selanjutnya Huda menegaskan kembali, hal tersebut merupakan tindakan yang tidak baik, karena Indonesia adalah negara hukum maka sudah selayaknya masyarakat patuh dan tunduk pada mekanisme hukum yang telah ada.

Jika hal itu terus berlanjut, maka akan ada konsekwensi hukum yang harus diterima bagi orang yang tidak taat hukum.

“Jangan lupa ada ancaman pidana bagi pihak-pihak yang menghalangi eksekusi putusan pengadilan, itu bisa dipenjara satu tahun atau empat bulan, hal ini tertuang dalam pasal 212 atau 216 KUHPidana,” tutup Dosen Pasca Sarjana UIR itu.**

 

Laporan by: Rls
Editor by: Mmd