ROKANHILIR – Minimnya sosialisasi aturan Undang-undang yang berlaku, diduga oknum-oknum penguasa Perkebunan di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), leluasa menguasai lahan yang saat ini telah disulap menjadi lahan perkebunan sawit, bahkan sudah ada yang berproduksi.
Dan dari hasil Peta RTRW Riau saat ini, lahan-lahan perkebunan yang dikuasai oknum-oknum lahan itu rata-rata berada di Zona HPK, HP dan HPT.
Sedangkan ketimpangan kehidupan, kesenjangan, kesejahteraan sosialpun terjadi disekitar wilayah perkebunan diduga milik oknum-oknum pengusaha tersebut, dan menjadikan perkebunan itu diduga memperkaya diri pribadi dan golongan.
Sementara, Presiden RI, Ir. Jokowidodo, telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres), Nomor 8 Tahun 2018, guna terciptanya Butiran Sila ke Lima (5), ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’.
Diduga juga, oknum pengusaha perkebunan luasnya mencapai 630 Hektar (Ha) lebih di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), ingin menghilangkan Inpres yang sesuai amanat Pancasila, butir ke 5, serta dugaan langgar UU nomor 39 tahun 2014, Perda Nomor 6 Tahun 2018 Pemprov Riau dan lainnya.
Dalam amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
Dan salah satu butiran di Pasal 33 ayat 3. “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Di UU RI Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, UU ini diciptakan bertujuan untuk meningkatkan kesetaraan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, meningkatkan sumber devisa negara, menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha.
Serta, meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing.
Sementara, sanksi tegas kepada oknum penguasa perkebunan tanpa mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku, bisa di pidana kurungan dan denda sesuai UU 39 tahun 2014 sesuai pasal 105 jo pasal 47 ayat (1) jo Pasal 113 ayat (1) huruf a.
Serta ‘Ketentuan Peralihan Izin’, sesuai pasal 114, UU 39 tahun 2014, jelas mewajibkan semua korporasi atau pengusaha perkebunan sesuai ayat 1, Perusahaan Perkebunan yang telah melakukan Usaha Perkebunan sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum memiliki izin Usaha Perkebunan, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini, wajib memiliki izin Usaha Perkebunan.
Jika merujuk Inpres Nomor 8 Tahun 2018, juga sangat jelas tujuan Presiden Jokowidodo, dengan berbunyi “20 Persen dari Kawasan Hutan dan HGU Perkebunan Kelapa Sawit, “Wajib” di Peruntukkan Kepada Masyarakat”.
Sedangkan arti kata Wajib, adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas dalam dunia. Aktivitas yang berstatus hukum Wajib harus dilakukan oleh mereka yang memenuhi syarat-syarat wajibnya.
Sementara, Pemerintah Provinsi Riau, melalui Perda Nomor 6 tahun 2018 pasal 6 ayat 2 huruf C, tertuang dengan jelas ‘Akan kewajiban pengusaha harus membuat Kebun untuk Masyarakat’.
Dan di Pasal 48 di Perda Pemvrop Riau, Jika lahan lebih dari 25 Hektar (Ha), maka harus memiliki Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B). Dan bahwa Petani Swadaya itu adalah Petani yang memiliki kebun kurang dari 25 Ha, dan harus memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B).
Menurut aktivis LSM GRPPH-RI, DPD Rohil, mengatakan bahwa, di Kabupaten berjuluk Seribu Kubah ini, banyak Pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit yang luasannya diatas 25 Ha. Bahkan, ada yang mencapai ratusan dan ribuan Ha, tidak memiliki ijin IUP-B.
Hal itu dapat diketahui dari saat Bupati Rohil dalam bincang-bincang usai diskusi mengungkapkan rasa kecewa dan terkejutnya, karena selama dirinya menjadi Bupati, tidak pernah sekalipun menanda tangani ijin Perkebunan Kelapa Sawit.
“Ijin apa yang digunakan para oknum mafia penguasa perkebunan di Kabupaten Rohil. Dan kenapa bisa menguasai lahan ratusan bahkan sampai ribuan hektar luasnya. Ini jelas pembiaran,” ujar Ucok, sapaan akrab Skretaris DPD LSM GRPPH-RI, Rohil, terheran.
Salah satu yang menjadi pertanyaan besar, atas kepemilikan perkebunan warga asal luar daerah yang dikenal dengan areal Kebun sawit milik oknum berinisial AG. Dia memiliki lahan perkebunan di Dusun IV Sekeladi, Kecamatan Tanah Putih, Rohil, diduga mencapai 630 Ha lebih.
Dan diduga kebun sawit milik oknum AG, sama sekali tidak memiliki perijinan sesuai amanat perundang-undangan. Serta diperkuat pernyataan Bupati Rohil, terkait lahan perkebunan yang tidak pernah ia ketahui dan menanda tangani surat-surat tersebut.
Sementara sama-sama diketahui, banyak pengusaha kebun sawit yang mencapai ratusan dan bahkan ribuan hektar tidak membuat kebun untuk masyarakat atau ‘Kebun Plasma’ sesuai Inpres Nomor 8 tahun 2018 dan Perda Provinsi Riau Nomor 6 Tahun 2018.
“Nah oleh karna itu, kita meminta kepada pengusaha perkebunan kelapa sawit yang berada di Kabupaten Rohil ini, untuk mengikuti semua aturan yang ada,” tegasnya.
Dilanjutnya, sebagai aktivis, Ucok akan mengambil langkah awal membahas kepemilikan lahan perkebunan diduga ilegal itu kepada DPRD Rohil, agar mengumpulkan dan memanggil seluruh OPD terkait di Pemkab Rohil guna membahas lahan perkebunan kelapa sawit oknum yang mencapai ratusan Ha.
“Kita bersama Penasehat Hukum GRPPH-RI, akan konsultasikan kepada DPRD Rohil, agar segera menjadwalkan dan memanggil Dinas-dinas seperti Dinas Perijinan, Perindag, Perkebunan, Pertanian, Tenaga Kerja dan Kabag Hukum, terkait kepemilikan perkebunan tersebut,” tegasnya.
Untuk kajian lanjutnya, permintaan yang wajib dipenuhi kepada masyarakat, tegas Ucok, dirinya memberi 3 (Tiga) hal penting yang wajib dipenuhi oleh pengusaha-pengusaha perkebunan.
1. Kita meminta para Pengusaha Mengeluarkan Kebun Plasma 20 Persen dari luasan perkebunan yang mereka kuasai untuk masyarakat disekitar usaha perkebunan yang mereka miliki.
2. Mengeluarkan Corporate Social Reponsibility (CSR) kepada masyarakat di sekitar usaha yang mereka miliki.
3. Segera mengurus Perizinan yang di perlukan sesuai peraturan-peraturan yang berlaku, guna pemasukan untuk Pemkab Rohil dengan jelas sesuai aturan-aturan yang berlaku.
Selain itu, Ucok juga meminta Pemda Rohil untuk segera mensosialisasikan Instruksi Presiden (Inpres) tersebut, karna dinilai bermanfaat untuk masyarakat dan negeri ini.
“Presiden sudah menginstruksikan, jika Pemdanya masih tidak menjalankan. Maka sangat dipertanyakan kinerjanya. Sebab Inspres Nomor 8 tahun 2018, sangat jelas Presiden ingin mewujudkan butiran sila ke 5, Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” tandas Ucok.**
Laporan by: Tim Redaksi