RIAU – Perkara yang menimpah Rudi Hartono soal pencemaran nama baik oknum Kadis PUTR Rokan Hilir (Rohil), yang kini telah bergulir. Diyakini Majelis Hakim PN Rohil sangat menjunjung tinggi butiran sila Pancasila.
“Kita meyakini landasan Hakim memvonis akan berujuk pada aspek hukum, pandangan, sosial dan terutama hati nurani serta pedoman butiran sila Pancasila,” kata Dr. Nurul Huda, dikonfirmasi awak media ini, Sabtu (9/5), via selulernya.
Dijelaskan kembali, isi butiran sila Pancasila ada dipoin sila ke II (2) dan ke V (5). Adapun bunyi sila ke 2, ‘Kemanusiaan yang adil dan beradap’. Sedangkan sila le 5, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’.
“Vonis Hakim hak mutlak para hakim dalam memutuskan tanpa ada interpensi atau tekanan dari manapun. Dua butir sila itu, sangat tepat rasanya diterima Rudi yang kini tengah berjuang menegakan dugaan-dugaan korupsi dikampung halamannya (Rohil,red),” kata Huda, sapaan akrab Doktor muda asal Rohil itu.
“Dan perlu sama-sama kita ketahui, para yang mulia hakim bukan algojo. Sebab, lebih baik membebaskan seribu orang bersalah, dari pada menghukum seorang tidak bersalah,” papar Huda.
Jadi, lanjut pandangan ahli hukum pidana, Dr Huda, terhadap terdakwa Rudi Hartono yang dituduh melakukan pencemaran nama baik karena berani membuka kasus dugaan korupsi Jembatan Parit Sicin Rp.14,3 Miliar, di sarankan hakim memutus bebas demi hukum.
“Perkara ini sangat luar biasa, Jaksa penuntut umum banyak menurunkan saksi-saksi ahli dari berbagai kalangan profesi UU ITE dan Ahli Bahasa. Dan saya juga ikut sebagai saksi atas panggilan hati nurani,” kata Huda, sambil menghela napas panjang.
Sementara lanjutnya lagi, Penasehat Hukum (PH) Rudi Hartono, yakni Fitriani, dan Selamat Sempurna Sitorus, telah menerangkan kalau terdakwa belum bisa dikatagorikan melanggar UU ITE apabila yang dipublikasikan tersebut benar ditemukan dugaan tindak pidana korupsi.
“Hal yang didugakan melanggar UU ITE itu sudah dijelaskan oleh PH Rudi saat itu tidak masuk kategori melanggar,” ujar Huda meniru.
“Itu sah menurut undang-undang, peraturan yang berlaku dan bukan di kategorikan pencemaran nama baik dan demi agenda anti korupsi, sebaiknya Terdakwa Rudi Hartono dibebaskan demi hukum,” kata Dr. Huda.
Secara terang benderang, saat itu ahli hukum pidana, Huda, telah memaparkan dihadapan para hakim dan ada beberapa hal yang termaktub dalam Undang-undang yang didakwakan.
“Semoga hakim memberikan putusan atas dasar hukum. Dan gigihnya terdakwa membuka kasus korupsi harus mendapat perhatian khusus dari aparat penegak hukum seperti Kejaksaan dan Polri,” katanya.
Diuraikan Huda dalam sidang saat itu, pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dan pada UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, pada UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, PP No 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara.
“Perintah Undang-udang itu sudah kita minta jadi pertimbangan hakim,” katanya.
Juga dijelaskan Huda, sesuai PP No.61 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan UU No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan PP Nomor 43 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Serta UU 31 tahun 2014 yang sangat jelas mengatakan di pasal 10, ayat 2 berbunyi, ‘Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku dan atau Pelapor atas kesaksian atau laporan yang akan, sedang atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga laporan yang ia laporkan atau ia beri kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Itu bahasa Undang-undang, jika sudah dibaca, ya harus dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan, wajib jadi tanda tanya besar ini,” urainya melanjutkan.
“Yang dipublikasikan oleh masyarakat (Rudi,red) adalah pejabat publik yang dikuasakan untuk mengelola dan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Daerah (APBN/APBD) yang sumber keuangannya salah satunya dari pajak yang dibayarkan masyarakat ke Negara,” tandas Huda.**
Laporan by: gp3